Senin, 06 Desember 2010

Re-install Makna Pergantian Tahun Baru Hijriyah

Assalamualaikum Wr.Wb
الحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ سُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّآتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.(أَمَّابَعْدُ)
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada kita sekalian. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat serta segenap pengikut beliau hingga akhir zaman.
Santriwan santriwati rahimakumullah
Mari kita mempelajari kembali mengapa disebut tahun hijriyah? Kenapa bukan tahun “Muhammad” sebagai profokator hijrah atau tahun “umar” karena dia yang legitimasi penenggalan Islam dan Kenapa bukan tahun ali karena dia yang mengusulkan dicanangkannya tahun baru islam ?Jawabannya adalah Hal ini Yang membanggakan, sistem penanggalan Islam tersebut tidak mengambil nama "Tahun Muhammad" atau "Tahun Umar". Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak sebagaimana halnya penanggalan umat Kristiani yang menamakan kalendernya sebagai "Tahun Masehi" yang diambil dari gelar Nabi Isa, yakni Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani/Hebrew).
Santriwan santriwati yang berbahagia
Dengan pergantian waktu setahun, menunjukkan bahwa umur kita bertambah satu tahun, tetapi kesempatan hidup kita di dunia telah berkurang pula satu tahun, yang berarti semakin jauh kita dari kelahiran dan semakin dekat pula kepada kematian. Hasan al-Basri mengumpamakan manusia bagaikan kumpulan hari-hari, setiap hari yang pergi, kita seperti kehilangan bagian dari diri kita. Apa yang telah pergi tidak akan pernah kembali, sekali lagi mari kita renungkan tidak akan pernah kembali hari hari kita yang telah pergi.
Tahun baru hijriyah mengingatkan kita kepada kejadian spektakuler yang pernah terjadi dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa "hijrah". Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain.
Secara historis, hijrah adalah peristiwa keberangkatan nabi besar Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al-Madinah al-Munawwarah.
Ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal tahun dari penanggalan atau kalender Islam, mengandung beberapa hikmah yang sangat berharga bagi kaum muslimin, diantaranya:
Pertama: perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Makkah menuju suasana yang prospektif di Madinah.
Kedua: Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik, dari itu janganlah pernah puas dengan baik yang telah kita perbuat.
Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda.
Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya.
Dalam konteks sekarang ini, pemaknaan hijrah tentu bukan selalu harus identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. dan kaum muhajirin, tetapi pemaknaan hijrah lebih kepada nilai-nilai dan semangat berhijrah itu sendiri, karena hijrah dalam arti seperti ini tidak akan pernah berhenti.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ada seorang yang mendatangi Rasulullah dan berkata: wahai Rasulullah, saya baru saja mengunjungi kaum yang berpendapat bahwa hijrah telah berakhir, Rasulullah bersabda:”Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya, sehingga terhentinya taubat, dan taubat itu tidak ada hentinya sehingga matahari terbit dari sebelah barat”.
Untuk itu, mari kita jadikan makna hijrah dengan semangat menyambut masa yang akan datang dengan penuh harapan, kita yakin bahwa sehabis gelap akan terbit terang, setelah kesusahan akan datang kemudahan dan kita yakin bahwa pagi pasti akan datang walaupun malam terasa begitu lama dan panjang. Karena roda kehidupan selalu berputar dan tidak mungkin berhenti, hidup kan terus berputar walau penuh tangisan.
Imam Syafi’i pernah bekata:”Memang sebeanrnya zaman itu sugguh menakjubkan, sekali waktu engkau akan mengalami keterpurukan, tetapi pada saat yang lain engkau memperoleh kejayaan”. Akan tetapi kita tidak akan pernah memperoleh kejayaan selama kita tidak pernah berupaya meraihnya, dalam arti lain kita tidak akan pernah sukses kalau kita tidak mau belajar dan berlatih, kita tidak akan hidup senang kalau kita tidak bekerja. Saudara-saudaraku bekerjalah dan bersabarlah kemudian ketahuilah bahwasannya kalau kita bersabar terhadap kesulitan dan kesempitan, maka kita akan menikmati kenikmatan yang panjang dan abadi seperti kata toriq dalam khutbahnya wa’lamu annakum in syabartum alal assaqi qolilan istamta’tum bil arfahil adillati towilan.
Santriwan santriwati yang berbahagia
Hijrah dalam konteks kekinian sepertinya hijrah dari keberagamaan kita yang kultural menuju keberagamaan kita yang hakiki dan kaffah, memang kita harus mengakui bahwa kita berislam karena kelurga kita muslim, kita muslim karena kita dilahirkan dan hidup di tengah-tengah masyarakat muslim, kemudian muncul sebuah statemen berislamkah kita ketika kelurga kita kafir? Muslimkah kita ketika kita dilahirkan dan hidup ditengah-tengah orang-orang kafir? Tentu jawannya variatif dan kontra produktif. “kita harus menyadari dan mempertanyakan keberislaman kita, karena Diakui atau tidak dan disadari atau tidak disadari, kita sudah terlalu rela dengan pola hidup kita yang kafiri, dengan sikap kita yang sebenarnya menunjukkan bahwa keberislaman kita perlu dipertanyakan? Kita sudah sombong dengan keberagamaan kita sehingga kita mengklim diri kita yang terhebat. kita tidak pernah berfikir ataupun merenung bahwa orang-orang yang kita sebut-sebut sebagai orang-orang kafir ternyata mereka lebih islami dari pada kita sebagai orang-orang muslim sendiri. Kita tidak pernah merasa berat dan pilu ketika mereka berupaya menghancurkan agama kita dengan gaya-gaya mereka. kita tidak pernah merasa sedih dan menjerit ketika saudara-saudara kita terbunuh di bumi plestina. Kita tidak pernah brontak ketika promosi dan legalisasi hubungan seks sesama jenis di tayangkan oleh stasiun televisi di negara ini yang notabennya beragama islam, bahkan ada sebagian akademisi muslim yang sepakat dengan itu!,saudaraku kita tidak akan pernah menangis melihat saudara-saudara kita yang menjadi korban kekejaman yahudi. Bahkan kita tidak akan pernah merasa terinjak-injak oleh aliran-aliran masa kini yang berobsesi dan berupaya memalsukan alquran dan hadits.
saudara-saudara kita tidak akan pernah merasa selama kita tidak mau membaca dan berfikir kemudian bergerak dan merubah pola dan sikap, kita tidak akan pernah merasa dan selamanya tidak akan pernah merasa selama kita masih senang kepada pola hidup hedonis yang menjadi racun dalam jiwa kita.
Santriwan santriwati yang saya hormati
Sikap kita yang lain yang menunjukkan bahwa kita tidak islami adalah sikap kita terhadap waktu, selama ini kita rela membuang-buang waktu kosong kita tidak pernah merasa kehilangan waktu yang terbuang begitu saja seakan-akan kita abaikan firman Allah yang berulang-ulang kali disebutkan di dalam Al-quran surat al-asr والعصر demi masa kemudian Allah menyebutkannya dalam surat al-insyirah ayat 7 فاذافرغت فانصب dan di dalam surat al-hasr ayat 18والتنظر نفس ماقدمت لغد dan masih banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan dan mengajarkan kita untuk memperhatikan waktu, sayidina Ali RA mengatakan Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti kita telah merugi. Dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, maka kita termasuk orang yang celaka. Tetapi barangsiapa hari ini lebih baik dari kemarin, itulah orang yang beruntung.
Saudaraku yang saya hormati mari kita melihat orang-orang yang maju dan berpengaruh kepada orang lain mereka adalah tokoh-tokoh kita yang fulcare terhadap waktu. dan kita lihat negara-negara maju seperti amerika jepang cina dan negara maju lainnya yang mayoritas masyarakatnya didominasi oleh orang-orang nonmuslim dan kita bisa melihat negara berkembang seperti negara mesir yang merupan negara tertua dan negara kita sendiri yang penduduknya muslim. Nampaknya kita harus mengakui bahwa maju dan berkembangnya negara tergantung kepada sikap mereka terhadap waktu.kemudian siapakah yang paling menghargai waktu di dunia ini kita atau mereka ?
Saudara-saudara marilah kita menyadari dan bertanya kepada diri kita sendiri kemudian kita membuat sebuah pernyataan sementara bahwa kita sudah berbohong kepada tuhan dengan keberislaman kita yang sebatas janji dan ikrar belaka, karena kita tidak pernah bersikap islami dan kita harus malu kepada orang-orang kafir yang menjadi jauh lebih islami dari pada kita sendiri.
Sebagai pemuda yang santri kita harus senantiasa membaca, berfikir,dan bergerak berupaya menjaga kemurnian agama Allah dengan menjadi benteng kekuatan ummat islam yang kuat dan kokoh, namun untuk menjadi benteng yang kokoh kita harus memantapkan aqidah dan jiwa kita agar kita bisa memahami agama kita dengan sempurna.
Santriwan santriwati yang berbahagia
Akhir kata mari kita hijrah dari aqidah kulturar menuju aqidah yang haq dan dari sikap kafiri menju sikap islami. Selamat tahun baru hijriyah 1432.

Wassalamualaikun Wr.Wb

Pidato Iedul Adha 1431

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
-
اللهُ أَكْبَرُ 9×
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لآ إلَهَ اِلاَّ اللهُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى جَعَلَ يَوْمَ الْغَدِ عِيْدًا لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ مِنْ غَيْرِ اْلأُمَمِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى تَمَامِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.
الَلَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى حَبِيْبِناَ الْمُصْطَفَى، الَّذِى بَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى اْلأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
أَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ !

Alhamdulillah, kembali Allah SWT mempertemukan kita di tempat ini dalam rangka menta’zhimkan syi’ar agama-Nya, bertakbir mengagungkan asma-Nya, ruku’ sujud bertaqarrub serta bersyukur atas segala karunia-Nya. Kemudian esok, kita akan bersama-sama melaksanakan shalat sunnat 2 rakaat dan akan dilanjutkan dengan menyembelih hewan Qurban, sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintah-Nya, meneladani sunnah Rasul-Nya serta memperingati peristiwa pengorbanan Khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail ’alaihimassalam.
Santriwan-santriwati yang berbahagia...
Pada hakekatnya, ada hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat ‘Idul Adha, penyembelihan Qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai umat beriman. Hubungan tersebut tersirat dalam Al-Qur’an surat al-Kautsar :
            
Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman bahwa betapa Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjungan alam Muhammad saw. dengan berbagai karunia berupa “al kautsar”, yaitu: al-Khairu-l-Katsir (kebaikan yang banyak), al Islam, al-Quran, Katsratu-l-Ummah, al-Itsar, dan ”Rif’atu-dz-Dzikri” di dunia ini kemudian telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua, sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan ”busyra” atau kabar gembira; bahwa jika kita memenuhi syarat untuk mencapainya, maka semua karunia itu pun akan disediakan bagi kita. Syaratnya hanya ada dua, yaitu ; menunaikan shalat karena ”Tha’atan wa Taqarruban” (ta’at dan mendekatkan diri), dan menyembelih binatang Nahr/Qurban karena ”Syukran” (bersyukur) atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do’a dan banyak berkorban (Tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justru dengan jalan itu, karunia Allah akan terus bertambah sepanjang jalan shalat dan pengorbanan itu masih terlaksana. Jalan itu merupakan jalan yang memastikan masa depan dan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan, sekarang dan untuk saat yang berkepanjangan kelak.
Allahu Akbar 3X La Ilaha Illallahu Allahu Akbar Walillahilhamd.
Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan :
   
Artinya, disebabkan keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka ”Al-Abtaru” atau keterputusan dari rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti. Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari. Na’udzubillahi min dzalik..
Santiwan-santriwati rahimakumullah...
Tadi disebutkan bahwa di antara makna ”al kautsar/karunia yang banyak” itu adalah ”Rif’atu-dz-Dzikri” atau kedudukan yang tinggi dan sanjungan yang luhur. Itu merupakan resultante/hasil akhir yang memang wajar dan logis. Betapa tidak, sebab posisi kesyukuran dan pengorbanan itu berada pada anak tangga yang luhur. Mengapa? Karena berkorban untuk kebaikan sesama atau orang banyak itu harus berdasarkan keikhlasan dan kerelaan yang bukan setengah hati. Berkorban juga merupakan bentuk keihsanan yang merupakan kelanjutan dari taqwa ”TSUMMATTAQAU WA AHSANU” kemudian mereka bertaqwa dan berbuat ihsan. ”WALLAHU YUHIBBUL MUHSININ”; Maka hanya cinta Allah yang akan diberikan kepada mereka yang berkorban dan berbuat ihsan. Sebagaimana telah ditegaskan Allah dalam surat Al Maidah ayat 93 :
           • •    • •  • •     
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka Makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Allahu Akbar 3 X walillahilhamd
Santriwan-santriwati yang dimuliakan Allah
Binatang kurban yang disebut Udlhiyah atau Nahr adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ‘ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ‘ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah merupakan ‘ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas. Tidak ada ruginya orang yang berudlhiyah dan bertadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk dalam kerangka MULTI QURBAN/pendekatan diri dan MULTI INVESTASI.
Di sini akan kami sampaikan beberapa makna berkorban :
Pertama, Bertadlhiah merupakan multi pendekatan diri/qurban, sebagaimana dinyatakan dalam ikrar seorang muslim yang bertaqarrub kepada Rabbnya melalui shalat :
إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِى للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta ‘Ubudiah yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.
Kedua, bertadlhiyah bermakna multi investasi. Di antaranya adalah :
1. Merupakan investasi sosial (social investment)
Karena jelas, pengorbanan baik material maupun moral memberikan dampak sosial yang positif. Yang mampu dapat membantu yang kekurangan dan orang-orang yang sedang tertimpa musibah seperti saudara-saudara kita yang menjadi korban meletusnya gunung Merapi di Jogja ataupun mereka, korban bencana alam yang akhir-akhir ini kerap terjadi di tanah air tercinta ini. Dengan demikian, hubungan dan tatanan sosial dalam masyarakat kita akan semakian baik. Kita tidak boleh ragu apalagi khawatir untuk menjadi orang yang rela dan ikhlas berkorban demi kemaslahatan ummat, karena balasan yang sangat besar dari Allah sudah dijanjikan dalam Al-Quran Surat An-nisa ayat 114 disebutkan :
               ••          •  
“Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah niscaya berbalas pahala yang besar”.
2. Bertadlhiah merupakan investasi ekonomi (economic investment).
Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Surat al-Lail, ayat 5-10:
•   •        •          
“Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”.
Jelas sekali ayat tadi menerangkan bahwa, orang yang banyak berkorban, maka ia akan mendapat pertolongan dan kemudahan dari Allah, baik itu dalam hal rizki ataupun yang lainnya. Maka tepat sekali dikatakan bahwa, berkorban adalah tabungan dan perbekalan ekonomi. Namun sebaliknya, kalau kita enggan untuk berkorban, maka Allah tidak akan segan-segan memposisikan kita dalam kesulitan. Naudzubillah....
3. Bertadlhiah juga merupakan bentuk investasi moral (moral investment)
Investasi yang mampu mengikis kekikiran atau ”Asy-Syuhhu”. Sifat kikir sangat berbahaya, sebagaimana diperingatkan dalam sabda Rasulullah saw:
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوْا (رواه أبوداود)
Artinya: ”Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka melakukan kejahatan”.
4. Terakhir, pengorbanan di jalan Allah tentu saja sebagai investasi ukhrawi. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits bahwa :
رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ضَحُّوْا وَاحْتَسِبُوْا بِدَمِهَا فَإِنَّ الدَّمَ وَإِنْ وَقَعَ فِي اْلأَرْضِ فَإِنَّهُ يَقَعُ فِي حَرَزِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Dari Ali ra. Nabi Saw. bersabda, “Wahai manusia, berkorbanlah kamu sekalian dan harapkan dari kurbanmu itu dengan darahnya, yakni dari apa yang dibailk darahnya. Karena darah kurban itu sekalipun jatuh ke tanah, sebenarnya ia tidak jatuh ke tanah tapi jatuh di pangkuan Allah.”
Kalau darah tersebut jatuh ke pangkuan Allah, maka Allah akan berikan apa yang menjadi keinginanmu, Allah akan memberikan balasan kepadamu.
Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah maupun tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan untuk memajukan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh kembangkan spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan karakter masyarakat dan bangsa yang beradab.
Allahu Akbar 3 X walillahilhamd
Santriwan-santriwati yang berbahagia
Sebelum kami mengakhiri ceramah ini, sejenak mari kita mengevaluasi diri kita. Apakah kita sudah termasuk orang-orang yang siap berkurban dengan keikhlasan yang sempurna? Ataukah sebaliknya? Benarkah kita sudah mempunyai investasi-investasi tersebut di atas?
Ayyuhal Ikhwah Wal Akhawat . . . . .
Betapapun, kita telah banyak berbuat salah pada diri kita, kepada masyarakat serta ma’siat kepada Allah, maka marilah kita kembali kepada Allah SWT yang menyeru kita dalam al-Quran Surat Azzumar, ayat 53 s/d 55:
            •    •                     •                

“Katakanlah, hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya, sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang adazab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya”.
Mari kita sadari betapa Allah telah memberi kita karuniaNya yang banyak. Maka sebagai makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada-Nya. Jangan pernah kita tinggalkan shalat, perbanyak dan perbaikilah shalat sunat dan mensyukuri nikmat. Mari belajar berempati kepada sesama dengan bentuk tadlhiyah (pengorbanan), moral ataupun material. Mari syi’arkan ’idul Qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih seekor hewan qurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih Allah Nabi Ibrahim & Ismail ’alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang mampu.
Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat Ruhul Badzli wal Tadlhiyah wal Mujahadah/spirit berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergengsi dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gengsi ummat ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri, keluarga kita dan saudara sesama Muslim lainnya.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan dalam kata-kata maupun perbuatan, ribuan maaf kami harapkan dan akhirnya.....