Senin, 31 Januari 2011

Sambutan Kepala Sekolah Tentang Perpisahan kelas IX

Sambutan Kepala Sekolah Tentang
Perpisahan kelas IX

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْدُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يَضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَلَهُ. الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. (أَمَّابَعْدُ)
Sadhaja puji syukur ngereng bedhen kaule sadhejeh ator agi dhe’ ajunen epon gusti Allah, se ampon apareng Rahmat kalaben nikmat tor jugen kesehatan jasmani dan rohani saengge beden kaule sadejeh bisa akompol e tempat ka’ dhintoh dhelem kebedeen sehat wal’afiat.
Shalawat tor salam bedhen kaule ator aghi dhe’ kanjeng nabi Muhammad SAW se ampon apekta bedhen kaule sedejeh dheri jeman kejahilan dhe’ ka’ jeman selerres kalaben tekhnologi, saenggeh bedhen kaule sadejeh bisa ngaoningeh bermacem-macem elmu e’ jeman ka’ dintoh.
Pada siswa-siswi tor guru-guru se same molje.
Samangken ka’ dintho perpisahan kelas IX, mela dheri ka’ dhinto khusus epon siswa-siswi kelas IX, sopajeh ngeonenge bahwa se ongkhunne pendidikan ka’ dhinto tak cokop tor berakhir sampe’ ka’ dinto, kanena elmo ka’ dhinto sangat penting dhe’ bedhen kaule sadeje menyangka, pasera oreng se kaloar kaangguy ngaolle elmo maka oreng ka’ dhinto bedhe e’ dhelem jelen Allah. Kasebbut dhelem hadist Nabi :
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ (رواه مسلم)
Anak-anak se same moljeh.
Himbauan bedhen kauleh dhe’ sadejeh siswa-siswi SMP 3 ka’ dhinto nalekanah kalian sadejeh ampon lulus dhe’ kelas IX ka’dhintho sopajah lebbih giat a dhalem nyare elmo, betapa pentinggah elmo e jaman semangken, mela dheri ka’dhinto niat untuk ngaolle elmo se manfaat sopajah tertanam e dhelem bedhen kaule sadejeh ponapah-ponapah seampon bedhen kaule kalakonih ka’dhinto ngereng bedhen kauleh sadejeh niatkan dhe’ gusti Allah. Sopajah bisa manfaat sampe’ akhir hayat bedhen sadhejeh. Amien – amien ya Rabbal Alamin.
Sa ka’ dhintoh se bisa bedhen kauleh sampaikan e kasempatan ka’dhintoh. Moge-moge bisa manfaat dhe’ bedhen kaule sadejeh.

وَبِاللهِ التَّوْفِيْقِ وَالْهِدَايَةِ وَالرِّضَا وَالْعِنَايَةِ
ثُمَّ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Penyusun



Annatus Sholehah

Rabu, 12 Januari 2011

TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan dan sasaran pedidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan dan sasaran pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.







POKOK PEMBAHASAN
1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam
Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman,
            
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77).
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr: 1-3,
  •              
“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh.” .
Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala” (HR. Bukhori).
Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah,
           •    
“Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya....” (QS. Al Maidah: 39(
Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,” (HR. Nasa’i).
2. Mekanisme Pendidikan Islam
Mengenai mekanisme dalam menjalankan pendidikan Islam Dalam karyanya Tahdzibul Akhlak, Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa syariat agama memiliki peran penting dalam meluruskan akhlak remaja, yang membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang baik, sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan, mengupayakan kebajikan dan mencapai kebahagiaan melalui berpikir dan penalaran yang akurat. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik mereka agar mentaati syariat ini, agar berbuat baik. Hal ini dapat dijalankan melalui al-mau’izhah (nasehat), al- dharb (dipukul) kalau perlu, al-taubikh (dihardik), diberi janji yang menyenangkan atau tahdzir (diancam) dengan al-‘uqubah (hukuman).(konsep uqubah dalam Islam)
Akan tetapi, Berbeda dengan beberapa pandangan teori di atas, Ibnu Khaldun justru berpandangan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya tidak dilakukan dalam dunia pendidikan. Karena dalam pandangan Ibnu Khaldun, penggunaan kekerasan dalam pengajaran dapat membahayakan anak didik, apalagi pada anak kecil, kekerasan merupakan bagian dari sifat-sifat buruk. Disamping itu, Ia juga menambahkan bahwa perbuatan yang lahir dari hukuman tidak murni berasal dari keinginan dan kesadaran anak didik. Itu artinya pendidikan dengan metode ini juga sekaligus akan membiasakan seseorang untuk berbohong dikarenakan takut dengan hukuman.

3. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.
Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.
Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam
4. Konsep Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti termuatdalamayatal-Qur’an:
            
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)
Menurut Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan (Jalaluddin, 2003: 115). Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek jasmaniah maupun rohaniah (Samsul Nizar, 2001, 87).
Kata Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada surat Al-A’raf ayat 61:
“ Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan diistilahkan dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al-ta’dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001: 90). Kata ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003: 125). Allah juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik contoh teladan bagi kamu sekalian.
                 
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab, 21)
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak. Pendidikan disebut dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.
“ Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak al-karimah




Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh pendidikian Islam bahwa pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang terpenting adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan dapat dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya memiliki tujuan kemashlahatan di dalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai mekanisme pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga nantinya implementasi dari teori tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.






























Daftar Pustaka
Azizy, Ahmad Qodri A. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azra. Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press
Khaldun, Ibnu. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus Miskawaih, Ibnu. Tanpa tahun. Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah
Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI
Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
pdflost.com/.../makalah_berbagai_konsep_tentang_tujuan_pendidikan_islam.html - Amerika Serikat - Tembolok

Sabtu, 08 Januari 2011

EKSISTENSI NILAI PANCASILA DI INDONESIA

A. Pendahuluan
Sehubungan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan ini kami menyerukan kepada seluruh warga dan semua pihak untuk mendorong wakil-wakil rakyat yang memperoleh amanat untuk bertugas di Lembaga Legislatif, juga pejabat negara yang memperoleh amanat untuk bertugas di Lembaga Eksekutif, untuk sesegera mungkin merencanakan dan menyusun Undang-Undang Tentang Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Pancasila merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya di sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, yang untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Berbeda dengan rumusan yang di ajukan oleh Mr. Muhammad Yamin yang banyak kesamaannya dengan Pancasila yang kita ketahui sekarang ini, rumusan yang dibuat oleh Ir. Soekarno terlihat sangat berbeda, yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Pada rumusan yang dibuat oleh Ir. Soekarno, sila mengenai ke-Tuhanan ditempatkan pada sila kelima atau terakhir. Ir. Soekarno melihat sila ke-Tuhanan sebagai sebuah penutup untuk melengkapi. Beliau menyadari bahwa agama-agama yang berbeda di Indonesia juga bisa membawa benih perpecahan.
Sebagai penutup, sila ke-Tuhanan versi Ir. Soekarno berarti toleransi beragama, janganlah keempat sila sebelumnya tercerai-berai hanya karena pertikaian agama.
Rumusan yang ditawarkan oleh Ir. Soekarno dapat mengerucut menjadi hanya tiga sila yang disebut trisila, yang terdiri atas Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan. Bahkan dapat mengerucut lagi menjadi hanya satu sila yang disebut ekasila, yakni Gotong Royong.
Pada tanggal 22 juni 1945, sembilan tokoh nasional, yakni, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin yang tergabung dalam Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pembahasan dan berhasil menelurkan sebuah rumusan baru mengenai Pancasila, yaitu:
1. Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.PersatuanIndonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5.KeadilanSosialbagiseluruhRakyatindonesia


B. Pengertian Nilai
Nilai merupakan suatu kualitas yang telah ada dan dapat ditangkap dan dirasakan manusia sebelum mengalaminya dalam dunia inderawi. Kualitas nilai tidak tergantung pada pembawa nilai dan juga tidak tergantung pada reaksi/ tanggapan serta penilaian kita. Nilai tidak berubah seiring dengan perubahan pembawa nilai; nilai tidak berubah dan bersifat absolute. Nilai persahabatan tetap abadi sebagai nilai persahabatan meskipun dalam pelaksanaan ada pengkhianatan.
Nilai merupakan kompleks kualitas yang memiliki kesesuaian serta menjadi arah tujuan bagi kecenderungan kodrat manusia; selaras dengan kecenderungan kodrat manusia yang multi dimensional sehingga bagi kita manusia terdapat berbagai jenis nilai, misalnya: terkait dengan kedudukan kodratnya sebagai ciptaan Tuhan yang paling luhur, terdapat nilai ketuhanan, nilai keimanan, nilai religius; terkait dengan sifat kodratnya sebagai mahluk sosial, terdapat nilai persatuan, nilai persahabatan, nilai persaudaraan, nilai kerjasama; terkait dengan unsur kerohaniannya, terdapat nilai intelektual, nilai rasional, nilai kebenaran, nilai kebatinan, nilai kedamaian, nilai keamanan, nilai kebebasan, nilai kedaulatan; dan lain sebagainya.
Berdasarkan keanekaragaman bidang kehidupan manusia, dapat ditemukan berbagai bidang sebagai berikut: nilai kesehatan, nilai sosial ekonomi, nilai sosial politik, nilai pendidikan, nilai keagamaan. Berdasarkan langkah dan arah kegiatan mewujudkan nilai, terdapat 3 jenis nilai yaitu: nilai perantara (bonum utile), nilai sejati yang sesungguhnya, dan nilai kesenangan yang menyertainya (bonum delectabile).
Selain keanekaragaman nilai, terdapat suatu susunan hierarki nilai. hierarki nilai bersifat mutlak/ absolute dan mengatasi segala perubahan historis, serta membangun suatu system acuan yang absolute. Setiap nilai, baik yang telah kita ketahui maupun yang belum kita ketahui memiliki tempatnya masing- masing dalam hierarki nilai.
C. Nilai-nilai budaya dan peradaban modern
Di depan telah dikemukakan bahwa disain NKRI adalah negara modern, maka semua tata nilai modern yang bisa membawa kesejahteraan sosial seluruh rakyat bisa diterima. Namun demikian, sebagai negara dan bangsa berdaulat sudah barangtentu melakukan filter (pemilihan dan pemilahan) nilai-nilai mordernisasi tersebut. Pemfilteran terjadi bukan merupakan penerapan kebijaksanaan tata kelola pemerintahan saja, namun secara ‘alamiah adi kodrati’ akan dilakukan secara spiritual seluruh rakyat. Landsan pemikirannya, bahwa di jiwanya rakyat Indonesia telah tersemaikan ‘wiji spiritual Indonesia’ yang akan operasional secara alamiah untuk menangkal berkembangnya ide-ide yang tidak cocok dengan jatidiri Indonesia, Pancasila.
Alur pemikiran ini memang terkesan ‘nyleneh’ dan ‘jauh panggang dari api’. Namun bukti-bukti empiris terbukti di lapangan. Sebagai contoh, pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini boleh dikatakan sebagai loncatan kemajuan yang mencengangkan. Banyak pakar memperkirakan kita tidak mampu melaksanakan asas-asas demokrasi tersebut, ternyata kemudian Indonesia mampu melaksanakan sistim pemilu/pilkada langsung oleh rakyat dengan mulus. Hal ini membuktikan bahwa kita mampu menyelenggarakan tata kelola pemerintahan negara yang modern, demokratis.
Keberhasilan berdemokrasi tersebut mengindikasikan bahwa secara spiritual jiwa rakyat Indonesia benar-benar telah memiliki kesadaran bernegara secara modern. Maka sebenarnya kita sangat optimis tentang masa depan Indonesia. Kondisi yang sekarang dianggap terpuruk dan carut marut adalah kondisi sementara yang pasti berubah menuju tatanan yang paripurna sebagaimana dicitakan para pendiri bangsa kita.
Nilai-nilai budaya dan peradaban modern sebagai dampak globalisasi memang akan berpengaruh terhadap perubahan-perubahan sistim sosial kemasyarakatan. Namun dengan mengingat bahwa disain Indonesia sebagai negara modern yang berkesejahteraan sosial sudah secara spiritual menghuni jiwanya rakyat akan menumbuhkan optimisme untuk mampu mengelola berbagai pengaruh tersebut. Optimisme ini bertolak dari kenyataan bahwa nilai-nilai Pancasila, meski tidak banyak dibicarakan lagi, pada kenyataannya telah melekat dan menjadi naluri alamiah rakyat Indonesia secara spirituil. Alasannya, bahwa Pancasila bukan hasil rekayasa, tetapi digali dari bumi pertiwi Indonesia sendiri. Dalam hal ini pemakalah mewacanakan bahwa Pancasila memang ada di ‘gugus geo spiritual Indonesia’ dan manunggal dengan ‘wiji spiritual Indonesia’ yang melekat di jiwanya rakyat Indonesia.
Panunggalan ‘gugus geo spiritual Indonesia’ dengan ‘wiji spiritual Indonesia’ merupakan hubungan kosmis-magis adikodrati yang kendalinya ada kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Panunggalan tersebut yang digali Bung Karno saripati nilai-nilainya, kemudian dirumuskan sebagai Pancasila dan dijadikan dasar dan ideologi NKRI. Maka dengan demikian Pancasila merupakan ideologi yang paling tepat bagi bangsa Indonesia. Disamping sebagai ‘way of life’ dan ‘struggle for life’, juga merupakan benteng pertahanan untuk tetap menjaga eksisnya NKRI.
Pada saat ini banyak yang beranggapan bahwa Pancasila sudah ‘dilupakan’ dan perlu diganti dengan ideologi lain. Namun anggapan yang demikian sekedar tinjauan ranah lahiriah semata. Secara spiritual nilai-nilai Pancasila melekat erat di ruang batin seluruh rakyat Indonesia karena merupakan ideologi yang lahir dari suatu proses adikodrati. Kalau toh kenyataannya banyak upaya meninggalkannya, namun kita boleh yakin bahwa secara spiritual tak mungkin hilang dari sanubari terdalamnya seluruh rakyat Indonesia. Segencar apapun upaya ‘melindas’ dan ‘mengkooptasi’ dengan ideologi lain, maka rakyat Indonesia akan tetap teguh mempertahankan Pancasila di ruang terdalam batinnya. Semua ideologi lain yang dicobakan untuk mengganti bisanya hanya di lapis luar. Demikian pula nilai-nilai liberalisme produk modernisasi akan terjinakkan oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih kuat mengisi jiwanya rakyat Indonesia.
D. NILAI – NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA
Selain pancasila memiliki nilai-nilai yang bersifat objektif, pancasila juga memiliki sifat-sifat yang subjektif, dalam arti keberadaan nilai-nilai itu bergantung pada bangsa Indonesia itu sendiri yaitu : Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sebagai hasil penilaian dan pemikiran filsafat bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila merupakan Filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia yang paling sesuai yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai petunjuk yang paling baik, benar, adil, dan bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai pancasila mengandung keempat macam nilai kerohanian, yang manifestasinya sesuai dengan sifat budi nurani bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar serta motivasi segala perbuatannya baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain nilai-nilai pancasila menjadi das sollen diwujudkan menjadi kenyataan (das sein).
Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai pancasila itu dengan berbagai macam cara dan tahap yang akhirnya mencapai titik kulminasi yaitu proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Proklamasi dengan demikian merupakan perwujudan pula dari nilai-nilai pancasila itu.
E. Cara Membangkitkan Pancasila Sekarang Ini
Nasionalisme yang merupakan identitas nasional yang dilakukan oleh negara melalui indoktrinasi dan memanipulasi simbol-simbol dan ritual yang mencerminkan supremasi negara tidak dapat dilakukan lagi. Negara bukan lagi sebagai satu-satunya aktor dalam menentukan identitas nasional. Hal ini juga seirama dengan semakin kompleksnya tantangan global, masyarakat merasa berhak menentukan bentuk dan isi gagasan apa yang disebut negara kesatuan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Sementara itu, perubahan paling mendasar terhadap UUD 45 adalah bagaimana prinsip kedaulatan rakyat yang pengaturannya sangat kompleks dalam sistem kehidupan demokrasi dapat dituangkan dalam suatu konstitusi. Hal itu harus dilakukan secara rinci dan disertai dengan rumusan yang jelas agar tidak terjadi multi interpretasi sebagaimana terjadi pada masa lalu. Upaya tersebut telah dilakukan dengan membuat amandemen UUD 45 antara lain yang berkenaan dengan pembatasan jabatan Presiden/Wakil Presiden sebanyak dua periode, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah secara langsung, pembentukan parlemen dua kamar (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah), pembentukan Mahkamah Konstitusi, pembentukan Komisi Yudisial, mekanisme pemberhentian seorang Presiden dan/Wakil Presiden dan lain sebagainya. Namun sayangnya perubahan tersebut tidak dilakukan secara komprehensif dan berdasarkan prinsip-prinsip konstitusionalisme sehingga meskipun telah dilakukan perubahan empat kali, ternyata UUD Tahun 1945 masih mengandung beberapa kekurangan.
Pengalaman selama lebih kurang setengah abad praktek-praktek kenegaraan yang menyeleweng dari Pancasila telah mengakibatkan berbagai tragedi bangsa harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga agar tidak terulang kembali. Akibat lain adalah ketertinggalan bangsa dibandingkan dengan negara-negara lain karena bangsa Indonesia selalu disibukkan dengan masalah-masalah internal bangsa seperti kesewenangan-wenangan penguasa, pelanggaran HAM, disintegrasi bangsa serta hal-hal yang tidak produktif lainnya sehingga tidak heran jika bangsa Indonesia kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Untuk bangkit dari keterpurukan tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia, pertama-tama dan terutama harus kembali kepada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa. Caranya adalah para pemimpin bangsa dan negara tidak hanya mengucapkan Pancasila dan UUD 45 dalam pidato-pidato, tetapi mempraktekkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan serta kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kesaktian Pancasila bukan hanya diwujudkan dalam bentuk seremonial, melainkan benar-benar bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Sejak negeri ini diproklamasikan sebagai negara merdeka, telah sepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Konsekuensinya, Pancasila harus terus hidup dalam kehidupam masyarakat, lebih optimal sebagai kekuatan pemersatu bangsa. Pancasila harus menjadi perekat perbedaan kultur yang terbangun dalam masyarakat plural. Menjadi ideologi bersama oleh semua kelompok masyarakat, bisa juga dimaknai sebagai identitas nasional yang bisa menjadi media dalam menjembatani perbedaan yang muncul.
Sayangnya, eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara tidak d ifungsikan secara maksimal, Pancasila tidak lagi mewarnai setiap aktivitas yang berlangsung di tengah masyarakat. Pancasila bahkan tidak lagi ramai dipelajari oleh generasi muda. Pengaruh kekuasaan orde baru yang menjadikan Pancasila sekedar sebagai ”simbol, ” dan upaya memperkuat kekuasaannya. Menjadikan sosialisasi P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila) hanya mampu menghasilkan generasi cerdas penghafal nilai-nilai Pancasila dan para penatar ahli. Selain tidak mampu mengamalkannya, justru mereka sendiri yang mencedrainya. Tidak heran jika peningkatan pengetahuan tentang Pancasila seiring dengan tidakan korupsi dan ramainya pelanggaran hak-hak kemanusiaan. Belum lagi implementasi demokrasi Pancasila sebagai icon orde baru, masih sangat jauh dari sistem demokrasi yang berbasis kedaulatan rakyat.
Tidak jauh beda dengan perilaku pemerintahan era reformasi. Pancasila dibiarkan tenggelam dari kehidupan masyarakat. Bukan hanya jauh dari wacana publik, Pancasila dianggap sebagai simbol orde baru semakin dilupakan oleh penguasa termasuk elit politik kita. Eforia demokrasi yang tidak terkendali juga semakin mengaburkan nilai-nilai Pancasila.
Realitas tersebut tentu sangat kontraproduktif dengan upaya penguatan Pancasila sebagai dasar negara. Lebih khusus lagi bagi upaya menjaga lestarinya NKRI di bumi persada. Kehadiran Pancasila tidak sekedar sebagai ideologi atau patron setiap warga negara, landasan bersama (common platform) atau sering juga disebut ‘kalimatun sawa’. Pancasila merupakan ”national identity” yang berperan mewadahi berbagai peredaan maupun konflik yang seringkali muncul dalam sub budaya nasional.




DAFTAR PUSTAKA

EMA.Agus Subhekti, Drs., M.Kes., M.Psi., dkk.
Mr. Muhammad Yamin Artikel dari Website : Kabupaten Banjarnegara
http://www.banjarnegarakab.go.id/.
Chainur Arrsjid, 2000, dasar-dasar ilmu hukum, Cet. Pertama, Sinar Grafika, Jakarta.
Darmoharjo, D & Shidarta, 1996. Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem -Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada (Rajawali Pers)
Darmoharjo, D. & Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Notohamidjoyo, O., 1975. Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Wignodipoero Soerojo,1969, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Gunung Agung
www.kompas.com

DEMOKRASI SEBAGAI TATANAN KEHIDUPAN

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah hukum/pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yaitu rakyat sebagai pemegang mandate kekuasaan. Yang pertama sekali menggunakan istilah demokrasi ini adalah Plato. Ditegaskan bahwa sumber kebijaksanaan dalam demokrasi ini adalah kesepakatan umum dan kemauan rakyat.
B. Sejarah Perkembangan Demokrasi
Seiring dengan bergolaknya revolusi perancis dengan slogan kebebasan, persaudaraan, dan persamaan, maka Negara perancis pun secara resmi memsukkan demokrasi dalam undang-undang mereka dengan label hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1791. Disebutkan dalam pasal tiga : rakyat adalah sumber kekuasaan, setiap badan dan individu berhak mengatur hukum, dan hukum itu hanya diambil dari mereka. Ini adalah penegasan bahwa kekuasaan adalah milik rakyat yang tidak dapat dipenggal-penggal lagi serta tanpa kompromi dan tidak akan diubah-udah. Kemudian tatkala perancis menjajah dunia, diantaranya adalah Negara-negara arab (mesir, Tunisia, aljazair, maroko) dan negeri-negeri muslim lainnya, maka secara bersamaan masuklah sistem demokrasi tersebut ke negeri-negeri jajahan itu.
C. Asas-Asas Demokrasi
Demokrasi ditegakkan di atas tiga azas:
1- Penetapan undag-undang /hokum yaitu tidak akan ditetapkan sebuah hukum atau undang-undang kecuali melalui saluran demokrasi. Tidak ada tempat lagi bagi lainnya untuk menetapkan undang-undang. Termasuk Allah Hakim Yang Maha Adil dan Yang Maha Pengasih sekalipun tidak ada hak untuk menetapkan undang-undang ini
2- Keputusan undang-undang /hokum, yaitu tidak diperbolehkan bagi hakim untuk memutuskan hukum kecuali dengan undang-undang tersebut.
3- Pelaksanaan undang-undang/hokum; yaitu tidak ada pelaksanaan hukum kecuali sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang, maksudnya adalah membekukan hukum-hukum lainnya termasuk hukum syariat.
Dari ketiga asas tersebut dapat diketahui bahwa demokrasi ini adalah tatanan hidup menurut peletak dasarnya sendiri, yang tidak bisa dikompromikan dan diubah lagi! Kemudian sistem ini dipakai oleh negara-negara besar maupun kecil, lalu menjadi undang-undang internasional dan menjadi prinsip hidup. Menurut mereka tidak ada halangan untuk merubah beberapa pasal dan kalimat yang ada dalam undang-undang untuk kemaslahatan demokrasi, bahkan untuk menghapus demokrasi itu sendiri. Apa hukum menurut Islam bagi orang-orang yang menerima demokrasi tanpa ta’wil. Firman Allah swt : Barang siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi. (Al-Imran : 85) Dari ayat di atas jelas bahwa sistem dan aturan hidup di luar Islam adalah tertolak dan hanya mendatangkan kerugian di akhirat bagi penganutnya.
4- Allah swt juga berfirman: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin. (Al-Maidah : 50)Allah swt menjelaskan bahwa hanya terdapat dua hukum, hukum-nya dan hukum makhluk. Kemudian Allah ta’ala menyebutkan bahwa hukum selain hukum-Nya adalah hukum jahiliyah, termasuk di dalamnya demokrasi. Allah swt juga berfirman:Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang kafir. (Al-Maidah : 44)
5- Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang dhalim. (Al-Maidah : 45). Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang fasik. (Al-Maidah : 47)
Dari ketiga ayat di atas jelaslah bahwa hukum selain Allah adalah kekufuran, kedhaliman dan kefasikan. Apakah kami tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintah untuk mengikari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An-Nisaa : 60)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa berhukum kepada kepada selain hukum Allah adalah kesesatan dan merupakan perbuatan berhukum kepada thaghut. Dari ayat-ayat di atas jelaslah hukum seseorang yang menerima demokrasi tanpa ta’wil adalah :
1. ia akan merugi di akhirat.
2. ia telah jatuh ke dalam hukum jahiliyah dan hukum thaghut.
3. ia terseret ke dalam kekufuran, kedhaliman, kefasikan dan kesesata Apakah mungkin Islam bergandengan dengan demokrasi. Jawaban tentu saja tidak dengan beberapa alasan :
a. penetap syariat di dalam hukum Islam adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah swt berfirman :Dan dia (Allah) tidak mengambil seorangpun menjadi sekutunya dalam menetapkan hukum-Nya. (Al-Khafi : 26)
Allah swt juga berfirman : Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. (Yusuf : 40). Hingga Rasulullah saw sekalipun tidak berdiri sendiri dalam penetapan hukum. Seandainya ia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama kami. Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian benar-benar kami potong urat tali jantungnya. (Al-Haqqoh : 44-46)
Rasulullah saw juga telah mengatakan sebagaimana yang disebutkan Allah swt dalam firman-Nya: Tidaklah aku mengikuti melainkan apa yang telah diwahyukan kepadaku. (Al-An’aam)
b. Islam adalah tatanan hidup yang sempurna dan memerintahkan kita untuk kembali kepadanya di setiap masalah yang diperselisihkan. Allah swt berfirman :
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. (An-Nisaa : 59)
c. Mengikuti sistem demokrasi berarti tidak aman / selamat dari azab Allah, sebab kita sudah mengetahui sebelumnya, bahwa demokrasi adalah sebuah kedhaliman dan Allah swt melarang kita untuk mendekatinya apalagi mengikutinya. Allah swt berfirman : Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang dhalim yang menyebabkan kamu disentuh api mereka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (Hud : 113)
d. Pelaksanaan demokrasi tidak akan puas seandainya kita mengikuti merka pada sebagian perkara saja, sehingga jika tidak mengikuti seluruh aturan mereka, maka kita tidak aman dari gangguan mereka. Allah swt berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) setelah (mendapat) petunjuk, itu jelas bagi mereka (bahwa) setan telah membuat mereka mudah berbuat dosa dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik itu) berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi):”Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan.” Sedang Allah mengetahui rahasia mereka bagaimanakah keadaan mereka jika malaikat maut mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka serta punggung mereka. Yang demikian itu karena mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan mereka benci apa yang mendatangkan keridhaan-Nya. Sebab itu Allah menghapus amal-amal mereka. (Muhammad : 25-28)
e. Menerima demokrasi berarti menerima kekufuran, syirik dan kejahatan sedang seorang muslim dilarang menrimanya. Imam Asy-Syafi’I pernah berkata:”Apabila kalian melihat aku menolak hadist Rasulullah saw, maka persaksikanlah bahwa akalku telah hilang.” (ini bukan hadist). Jadi yang menerima demorkasi sebagai tatanan serta menolak al Islam menurut Imam Asy-Syafi’I, maka baginya tidak ada akal dan iman.
f. Kaum Muslimin tidak membutuhkan demokrasi sebagai tatanan hidup, karena mereka hidup dengan tatanan Al Quran dan As-Sunnah, serta berada di tengah-tengah para ahlul ilmi dan para da’i. Sedangkan Yahudi dan Nasrani terpaksa atau senang hati menganut paham demokrasi, akibat tidak adanya tatanan hidup bagi mereka dan disebabkan mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah swt berfirman : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimankah kamu sampai menjadi kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu. Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali-Imran : 100-101).
g. Kaum Muslimin diwajibkan untuk tetap tegak/teguh di atas al-Islam dan As-Sunnah. Menerima paham demokrasi berarti meruntuhkan keteguhan tersebut
h. Kaum Muslimin diperintahkan untuk menyeru seluruh manusia kepada Al-Islam termasuk didalamnya Yahudi dan Nasrani. Allah swt berfirman: Katakanlah hai ahlul kitab, marilah berpegang kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kepada selain Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah. (Ali Imran:64)
Maksudnya adalah agar mereka meninggalkan syirik dan kekufuran mereka dan masuk ke dalam Islam. Kemudian bagaimana boleh bagi seorang Muslim baik rakyat maupun penguasa untuk kompromi dengan mereka (Yahudi dan Nasrani) untuk menerima sistem yang mereka anut??.
i. Tidaklah sah Islam kita sehingga kita kufur kepada thaghut.
Barang siapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. (Ali Imran:256)
Telah kita jelaskan bahwa hukum demokrasi identik dengan hukum thaghut.
j. Anggaplah kaum Muslimin menerima demokrasi ini dan ini tidak mungkin sama sekali siapakah yang dapat menjamin kekekalannya? Bukankah paham ini sama dengan paham-paham lain yang telah tenggelam dari peredaran, seperti komunis dan sosialis?.
Apakah boleh bagi seorang muslim untuk mendukung atau mempromosikan demokrasi?Jawabannya tentu saja tidak!! Tidak boleh bagi seorang Muslim untuk mendukung demokrasi sebagaimana Yahudi dan Nasrani mendukung demokrasi dan berjalan di atasnya. Menurut mereka hal itu adalah sebuah keharusan sebab dengan demokrasi ini kekufuran mereka bisa tegak. Barang siapa telah memilih kekufuran bagi dirinya maka wajar kalau ia mendukungnya. Allah swt berfirman : Agar orang yang binasa itu, binasa dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu, hidupnya dengan keterangan yang nyata pula. (Al Anfal : 42). Dan kaum Muslimin dilarang latah kepada orang-orang kafir. Sebuah hadist Rasulullah saw menegaskan : Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka. (HR Abu Dawud, Ahmad dan lain-lain).Sikap latah dan ikut-ikutan mendukung demokrasi berarti mencampur-adukkan antara al-haq dan al-bathil. Allah swt berfirman : Dan janganlah engkau campur-adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui. (Al Baqarah : 42) Demokrasi dan Pemilih Rasional.
Demokrasi adalah kata kunci dalam mewujudkan system, kedaulatan rakyat. Demokrasi dan kesejahteraan rakyat tidak perlu dipertentangkan, karena demokrasi dan kesejahteraan rakyat dapat berjalan bersamaan dalam mencapai cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Membangun sistem demokrasi yang ideal adalah dengan membangun kesadaran politik masyarakat, mewujudkan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan dan penegakan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekuasaan politik yang diraih melalui proses demokrasi yang baik dapat menciptakan harmoni dalam mencapai kesejahteraan rakyat sebagai tujuan dari negara.
Mewujudkan demokrasi yang rasional adalah tujuan dari negara kesejahteraan yang diidamkan. Pelaksanaan demokrasi politik dengan cara-cara yang kurang demokratis dapat mencederai bangunan sistem politik yang sedang dibangun. Proses transisi demokrasi hendaknya terlaksana dengan benar, bukan dengan cara-cara yang di luar dari konteks demokrasi, seperti politik uang, intimidasi, pemanfaatan kekuasaan politik untuk tujuan melanggengkan kekuasaan, serta membohongi rakyat. Demokrasi bukan sekadar prosedural konstitusional, tetapi merupakan penyadaran politik rakyat yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyimpangan terhadap demokrasi sudah mulai dirasakan dalam proses pemiliha kepala daerah di masing-masing propinsi dan kabupaten di Indonesia. Indikasi politik uang, intimidasi, dan pemanfaatan birokrasi pemerintah, merupakan isu yang muncul hampir di tiap pemilihan kepala daerah di Indonesia. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan pijak pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan semangat positif dalam mengimplementasikan tatanan demokrasi. Demokrasi tidak hanya menempatkan rakyat sebagai objek tetapi juga merupakan subjek penentu dalam menentukan pilihan yang demokratis dan kelangsungan pemerintahan pada periode ke depan, pemahaman tersebut hampir hilang dalam tiap kompetisi dalam pemilihan kepala daerah. Demokrasi yang hanya bersifat prosedural akan berdampak pada demokrasi yang boros dan menciptakan konflik politik yang berkepanjangan.
Kenapa Pilih Jalan Demokrasi?
Banyak jalan menuju Roma, demikian juga banyak jalan menju kesejahteraan bangsa.
Demokrasi adalah salah satu jalan. Memang berliku,tetapi terbukti paling sukses. Demokrasi sebagai tatanan politik adalah model yang tepat untuk mengelola kehidupan kenegaraan. Memang demokrasi bukan satu-satunya model yang paling sempurna untuk mengatur peri kehidupan manusia.
Menurut Robet Dhal (1998), mencatat beberapa kelebihan demokrasi dibandingkan rezim politik yang lain.
1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik.
2. Demokrasi menjamin bagi warga negara sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis.
3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas sebagai warga Negara daripada alternatif lainyang memungkinkan.
4. Demokrasi membantu orang-orang untuk melindungi kepentingan pokok mereka.
5. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan menentukan nasibnyasendiri. yaitu, untuk hidup di bawah hukum yang mereka pilih sendiri.
6. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk tanggung jawab moral.
7. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih total dari pada alternatif lain
8. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif tinggi.
9. Negara-negara demokrasi perwakilan moderen tidak pernah berperang satu sama lain.
10. Negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan yang tidak demokratis.
Hubungan civil society dengan demokrasi
Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.
Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya.
Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi. Kalau rakyat kecil selalu jadi korban, apakah makna demokrasi yang kita perjuangkan sudah betul? Atau sedang mengalamidistorsi.




























KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapatkah disimpulkan bahwa:
1. Demokrasi adalah produk orang kafir yang awal sejarahnya lahir di Perancis.
2. Demokrasi ini tegak di atas 3 asas yaitu : penetapan undang-undang, keputusan serta pelaksanaannya.
3. Demokrasi bukan musyawarah dan tidak akan mungkin bersatu antara demokrasi dengan musyawarah.
4. Tidak boleh bagi seorang Muslim untuk mendukung demokrasi.
5. Musyawarah dalam Islam ditegakkan di atas dua hal:
6. Tidak ada musyawarah jika sudah ada ketetapan yang jelas dan gamblang dari AlQur’an dan ASunnah
7. Musyawarah ditegakkan di atas kaedah ilmu syar’i sedangkan demokrasi ditegakkan di atas kemauan/kehendak umum dan suara terbanyak.
8. Demokarasi dalam bentuk dan model apapun, terbukti tidak mampu menyelesaikan permasalahan umat manusia, karena ia hanyalah produk akal manusia yang hanya sekedar mencoba menduga-duga saja, oleh karena itu hasilnyapun semu.
Demikian beberapa hal yang dapat kita simpulkan dalam pembahasan kali ini semoga menjadi pelajaran dan peringatan bagi kita semua. Allah swt berfirman: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya sedang ia menyaksikan. (Qaaf : 37)





















DAFTAR PUSTAKA
* Oleh admin. Selasa, 15 Januari 2008. Kategori politik
*Oleh:INyomanMardika
AktivisLSM/pengamatsosial
*Penulis:UmbuTagela,
GurutinggaldiSalatiga.
* Source: Kompas Komunitas Indonesia untuk Demokrasi
November 17th, 2008 at 9:25 am
* Oleh Oksidelfa Yanto, Demokrasi Dan penegakan hokum,
Surya Karya

KETERBUKAAN DAN KEADILAN

A. PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi. Dimana, manusialah yang akan mengelola bumi untuk menjadi lebih baik. Di dalam dunia ini tidak ada yang sempurna Allah menciptakan makhluk secara berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada perempuan. Setiap makhlusk pasti membutuhkan orang lain, karena tanpa orang lain, seorang tidak akan pernah sempurna hidupnya. Allah memerintahkan para makhluknya untuk bisa mempunyai sifat terbuka dan adil dalam menentukan sesuatu kepada orang lain.
Negara Indonesia merupakan Negara hokum, di dalamnya terdapat hokum-hukum yang mengikat bagi semua rakyatnya. Dan bagi siapa yang melanggarnya, maka ia akan dikenakan sanksi atas perbuatannya.
Aturan-aturan tersebut terdapat dalam UUD 1945, yang telah ditetapkan oleh Negara sebagi pedoman bagi Negara untuk menentukan sesuatu yang berkenan dengan Negara. Di dalam UUD tersebut terdapat pernyataan bahwa “Negara harus bisa membangun rakyatnya untuk bisa menjadi rakyat yang adil bagi siapa saja”.
Selain rakyat yang harus bersikap adil bagi siapa saja, pemerintah merupakan salah satu faktor utama untuk bisa menuntun rakyatnya agar bisa bersikap adil. Pemerintah harus menetapkan hokum dengan benar. Apabila seseorang itu salah, maka harus diberikan peringatan atas apa yang telah ia perbuat. Dan jika orang itu benar, maka benarkanlah dia. Yakni, kalau memang orang itu salah meskipun orang itu merupakan famili kita, maka kita harus memberikan hukuman pada mereka. Jangan sampai kita menyalahgunakan hukuman tersebut yang bisa membuat kita tidak akan berbuat/menunjukkan sikap adil. Selain itu, (selain pemerintah harus bersikap adil), pemerintah juga harus mempunyai sikap terbuka. Artinya sebagai pemerintah yang bijaksana, setiap ada sesuatu yang menyangkut tentang kenegaraan atau kerakyatan (yang menyangkut rakyat), maka pemerintah tersebut harus bisa mengemukakan dengan seksama, tidak boleh ditutup-tutupi, atau disimpan.
a. Latar Belakang
Keterbukaan dan keadilan dilatar belakangi oleh adanya sifat manusia yang semakin tidak terkontrol. Manusia semakin ke depan bukan malah menjadi baik, akan tetapi semakin buruk. Dengan adanya keterbukaan, maka manusia bisa mengungkapkan atau menyatakan hal-hal yang sedang terjadi terhadapnya, baik itu secara individu ataupun kelompok, seperti pemerintah. Dan apabila seseorang telah mempunyai sifat terbuka, maka seorang dengan mudah dapat menunjukkan sikap adilnya bagi semua orang.
b. Rumusan Masalah
• Menganalisis makna keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
• Menguraikan pentingnya keterbukaan dan keadilan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa
• Mengekpresikan sikap terbuka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
• Menunjukkan perilaku positif terhadap upaya peningkatan jaminan keadilan dan keterbukaan
• Berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan
B. PEMBAHASAN
PENGERTIAN KETERBUKAAN DAN KEADILAN
1. Pengertian Keterbukaan
Keterbukaan merupakan perwujudan sikap jujur, rendah hati, serta mau menerima pendekatan dan kritik orang dari orang lain. Istilah keterbukaan atau transparansi berasal dari kata terbuka atau transparan. Istilah tersebut berasal dari bahasa Inggris “transparent” yang secara harfiah berarti jernih, tembus cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak ada kekeliruan, keterbukaan secara istilah (terminologi) terdiri dari beberapa pengertian :
o Keterbukaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah hal terbuka, penasaran, toleransi dan hati-hati, serta merupakan landasan untuk berkomunikasi atau dengan kata lain, keterbukaan adalah sikap dan perilaku terbuka dari individu dalam beraktivitas.
o Keterbukaan dalam hal penyelenggaraan pemerintah diartikan sebagai kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai hal yang berkenan dengan proses penyelenggaraan
Keterbukaan diperlukan oleh warga Negara/masyarakat dan juga pemerintah. Msalnya, keterbukaan dalam bentuk pemerintahan yang transparan. Penerapannya, antara lain : pemerintah bersedia memberitahukan kepada rakyat tentang apa saja yang mau dikerjakan, dan menerima sesuatu dari masyarakat.
Dengan partisipasi rakyat saja belumlah cukup, karena tanpa keterbukaan, rakyat tidak akan tahu apakah suaranya benar-benar berpengaruh bagi pemerintahan.
Dengan adanya keterbukaan rakyat bisa mengawasi serta mengontrol jalannyan pemerintahan. Dan ini tentunya akan menimalisir kemungkinan adanyan kecurangan atau penyelewengan kekuasaan.
2. Pengertian Keadilan
Keadilan mempunyai beberapa pengertian. Keadilan berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab ‘adl yang mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak
b. Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya
c. Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasik (orang yang tidak mengerjakan perintah)
Pendapat beberapa Ahli mengenai pengertian keadilan antara lain sebagai berikut :
a. Franz Magnis Suseno
Keadilan adalah keadaan antar manusia dimana semua diperlakukan sama, artinya sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.
b. Aristoteles
Pengertian keadilan menurut Aristoteles di bagi menjadi 4 macam pengertian :
1. Keadilan distributive yaitu keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa dan kemakmuran menurut kerja dan kemampuan
2. Keadilan komutetif yaitu keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasanya
3. Keadilan kodrat yaitu keadilan yang bersumber pada kodrat atau hukum alam
4. Keadilan konvensional yaitu keadilan yang mengikat warga Negara karena dikukuhkan melalui jalan kekuasaan
c. Piepes
Keadilan adalah sikap yang didasarkan pada kehendak yang tetap dan ajek untuk mengakui hak masing-masing
d. Thomas Hubbes
Keadilan adalah suatu perbuatan yang didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
Adapun macam-macam keadilan adalah sebagai berikut :
a. Keadilan Komutatif
Keadilan Komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang diutamakan adalah objek tertentu.
b. Keadilan Distributif
Keadilan Distributif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi haknya, dimana yang menjadi subjek hak adalah individu.
c. Keadilan Legal
Keadilan legal adalah keadilan yang berdasarkan undang-undang, sedangkan yang menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat yang dilindungi oleh UUD
d. Keadilan Vindikatif
Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang hukuman atau denda sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan.
e. Keadilan Kreatif
Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang bagiannya, yaitu berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya.
f. Keadilan Protektif
Keadilan Protektif adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi.
Dari keenam macam keadilan tersebut, ada 3 keadilan yang disebut keadilan dasar :
a. Hubungan antara pribadi dengan pribadi
b. Hubungan antara keseluruhan masyarakat dengan pribadi-pribadi, dan
c. Hubungan antara pribadi-pribadi dengan keseluruhan masyarakat
Sedangkan Plato membagi keadilan menjadi 2 macam yaitu :
a. Keadilan Moral
Suatu perbuatan dapat dikatakan adil secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang (selaras) antara hak dan kewajiban. Contoh : seorang karyawan yang menuntut kenaikan upah dengan diimbangi peningkatan-peningkatan kualitas kerjanya.
b. Keadilan Prosedural
Suatu perbuatan dikatakan adil secara procedural jika seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan.
3. Makna Keterbukaan dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pernyataan sebagai bangsa sebenarnya sudah dicetuskan pada peristiwa Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memasuki kehidupan berbangsa dan bernegara republik Indonesia, yaitu ditandai dengan adanya wilayah, penduduk, dan pemerintah yang berdaulat.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, akan terjadi :
a. Hubungan antar warga bangsa
b. Hubungan antar warga Negara
c. Hubungan antar warga Negara dengan pemerintah
Keterbukaan merupakan pengaruh yang signifikan bagi pemerintahan, karena dengan keterbukaan, kehendak rakyat dapat terpenuhi sehingga mudah mewujudkan kesejahteraan. Selain itu, dengan keterbukaan juga akan memicu keadilan serta pemerataan bagi semua rakyat.
Akan tetapi, keterbukaan tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari warga negaranya. Dalam Negara majemuk ini harus ada sikap terbuka dari masing-masing warga Negara untuk menerima perbedaan, baik ras, suku, agama, pendapat, bahkan terbuka menerima kritik dari orang lain demi kebaikan bersama. Selain itu, setiap warga Negara juga terbuka untuk menyampaikan aspirasi mereka tanpa perasaan ragu/takut.
Bangsa Indonesia pernah merasakan pemerintahan yang tidak dilandasi keterbukaan dan keadilan. Akibatnya, terjadilah instabilitas politik serta ketidakadilan dalam masyarakat. Ketidakadilan tentu mendatangkan penderitaan rakyat karena tidak mendapatkan apa yang telah menjadi haknya.
Franz Magnis-Suseno memberikan pendapat bahwa keadilan adalah keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur proses-proses ekonomi, politis, sosial,budaya, dan ideologis dalam masyarakat. Untuk mewujudkan keadilan sosial berarti harus mengubah semua struktur dalam masyarakat. Semua masyarakat tersebut meliputi struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya.
4. Pentingnya Keterbukaan dan Keadilan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Keterbukaan dan keadilan merupakan salah satu faktor utama bagi pemerintah untuk menjelaskan tugas pemerintahannya. Apabila tidak ada keterbukaan dan jaminan keadilan dalam masyarakat. Maka hasil keputusan-keputusan dan kebijakan pun tidak mampu mewakili kehendak rakyat, tetapi justru kehendak penguasa.
Sikap keterbukaan menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Adapun ciri-ciri keterbukaan antara lain sebagai berikut :
a. Terbuka (transparan) dalam proses maupun pelaksanaan kewajiban publik
b. Menjadi dasar/pedoman dalam dialog dan komunikasi
c. Berterus terang dan tidak menutup-nutupi kesalahan dirinya maupun orang lain
d. Tidak merahasikan sesuatu yang berdampak pada kecurigaan orang lain
e. Bersikap hati-hati dan selektif dalam menerima dan mengelola informasi.
Usaha-usaha untuk menciptakan keterbukaan dalam kehidupan berbangsa :
a. Mengadakan kunjungan antar daerah dan budaya
b. Menikmati kesenian, hasil budaya suku bangsa lain
c. Membentuk kelompok/organisasi dan mengadakan kegiatan lintas budaya
d. Melakukan dialog, pertemuan dengan orang-orang berbeda suku bangsa
Sikap-sikap yang perlu diajauhi dalam keterbukaan hidup berbangsa :
a. Menganggap budaya suku bangsa sendiri lebih unggul dari suku bangsa lain
b. Membedakan antar suku bangsa dalam pergaulan (diskriminasi)
c. Berpusat pada budaya
Mewujudkan keadilan dalam masyarakat cukup sulit karena mengubah struktur dalam masyarakat berarti menentang kepentingan penguasa. Oleh karena itu, mewujudkan keadilan harus dimulai dari orang yang menerima ketidakadilan itu. Kemudian, diikuti oleh semua masyarakat. Dan yang paling penting dari Negara adalah wajib menunjukkan keadilan sosial dalam masyarakat.
Keadilan adalah salah satu ukuran keabsahan suatu tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, harus ada jaminan terhadap tegaknya keadilan.
Menurut John Rawlis, jaminan terhadap keadilan harus dimulai dengan memberlakukan 2 prinsip dasar keadilan yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of the greatest equal liberty)
Prinsip ini mencakup kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan berpolitik, kebebasan pers, kebebasan berkeyakinan/beragama, kebebasan menjadi diri sendiri dan hak untuk mempertahankan milik pribadi.
b. Prinsip perbedaan (the different principle) serta prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity)
Berdasarkan prinsip ini, perbedaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mereka yang kurang beruntung.
Adpun menurut Mirian Budiardjo ada 5 lembaga yang diperlukan untuk mengupayakan adanya jaminan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, lembaga-lembaga itu sebagai berikut :
a. Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab
b. Dewa Perwakilan Rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat
c. Organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik
d. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat
e. System peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan
Pada dasarnya jaminan keadilan merupakan upaya mengontrol kekuasaan. Kurang kekuasaan yang tidak terkontrol hanya akan mendatangkan ketidakadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dan sebaliknya, kekuasaan yang terkontrol akan mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Keterbukaan sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terdapat tiga asalan mengenai pentingnya keterbukaan, yaitu sebagai berikut :
a. Kekuasaan pada dasarnya cenderung diselewengkan. Oleh karena itu, dibutuhkan transparansi dalam pemerintahan. Hal itu dimaksudkan agar tidak menyelewengkan kekuasaan (abuse of powers)
b. Dasar penyelenggaraan pemerintah di Negara demokratis adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Jadi, pemerintah yang terbentuk adalah pihak yang dipilih rakyat.
c. Keterbukaan memungkinkan adanya akses bebas setiap warga Negara terhadap berbagai sumber informasi
Dari beberapa alasan tersebut, telah jelas bahwa keterbukaan dan keadilan sangat penting dalam Negara demokrasi, karena dengan keterbukaan dari pemerintah akan menimbulkan kepercayaan dalam diri rakyat sehingga pemerintah pun dapat berjalan aman dan tertib.
5. Dampak Penyelenggaraan Pemerintah Yang Tidak Transparan
1. Makna Penyelenggaraan Negara
Menurut UUD 1945, yang menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia adalah pemerintah Negara. Hal ini termaktub adalam alenia IV.
Adapun penyelenggaraan meliputi :
a. Penyelenggaraan dalam arti sempit, yaitu pemerintah (eksekutif)
b. Penyelenggaraan dalam arti luas, yaitu eksekutif, legislative, dan yudikatif
Berdasarkan UU RI no. 28 Thn. 1999, tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, meliputi :
a. Penyelenggaraan dalam bidang legislative : Ketua MPR, ketua DPR, anggota MPR, DPR, DPRD, DPD
b. Penyelenggaraan di bidang eksekutif : presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati, camat
c. Penyelenggaraan di bidang yudikatif : hakim, jaksa, penyidik, panitera
2. Penyelenggaraan Yang Baik
A. Arti pemerintah
Pemerintahan (government) secara terminologis berasal dari bahasa Yunani “kebernan” atau nahkoda kapal, artinya : menatap ke depan. Pemerintah merupakan aparat/pejabat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan pemerintahan Negara.
B. Arti pemerintahan
Pengertian pemerintahan menurut Ramlan Surbakti dalam buku memahami ilmu PTK
1. Ditinjau dari segi dinamika adalah pemerintahan berarti segala kegiatan/usaha yang terorganisir, bersumber pada kedaulatan rakyat.
2. Ditinjau dari structural fungsional adalah pemerintahan berari seperangkat fungsi Negara yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional
3. Ditinjau dari segi fungsi adalah pemerintahan berarti seluruh tugas adan kewenangan Negara
 Good government dilandasi oleh pemikiran bahwa pemerintah adalah pelayan masyarakat, sehingga harus memberikan public service yang baik bagi warga negaranya.
Ciri-ciri good government menurut Sadu Wasistiono :
a) Mengikut sertakan semua masyarakat
b) Transparan dan bertanggung jawab
c) Efektif dan adil
d) Menjamin adanya supremasi hokum
e) Menjamin adanya prioritas-prioritas politik, ekonomi dan sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan, pemerintah harus mulai memberikan fasilitas informasi secara memadai, sehingga hal ini bisa menjadi alat pemantau dan evaluasi bagi kinerja pemerintah. Kemudian saat dikeluarkan kebijakan, pemerintah hendaknya bersikap terbuka, yakni penyelenggaraan pemerintah tidak boleh tertutup.
 Terjadinya penyelenggaraan pemerintahan yang tertutup disebabkan banyak hal secara umum antara lain sebagai berikut :
1. Pengaruh kekuasaan
 Penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya sehingga melakukan perbuatan menghalalkan segala cara demi ambisi dan tujuan politiknya
 Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, dan dendam antara kelompok di masyarakat
 Pemerintah mengabaikan proses demokratisasi sehingga rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya (saluran komunikasi tersumbat)
2. Moralitas
 Terabaikannya nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa sebagai sumber etika, seperti : ketidakadailan, pelanggaran hokum, dan pelanggaran hak asasi manusia.
3. Sosial ekonomi
 Sering terjadinya konflik sosial sebagai konsekwensi keberagaman suku, agama, dan ras
4. Politik dan hukum
 Sistem politik otoritas, sehingga para pemimpinnya tidak mampu lagi menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat
 Akibat penyelenggaraan pemerintahan tertutup
Penyelenggaraan Negara/pemerintahan yang tertutup berarti mereka tidak bersedia memberikan layanan dan sengaja menyembunyikan berbagai informasi yang berkaitan dengan public kepada warganya. Ketertutupan berarti tidak adanya komunikasi dan informas, baik dari masyarakat ke pemerintah ataupun sebaliknya.
Penyelenggaraan pemerintah tertutup dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan serta mengadakan stabilitas nasional. Sebaliknya, dengan keterbukaan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, menciptakan pemerintah yang bertanggung jawab dan memperkuat pesatuan bangsa.
 Secara khusus, penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan bisa memberikan dampak antara lain sebagai berikut :
1. Rendahnya atau bahkan tidak adanya kepercayaan warga Negara terhadap pemerintah
2. Rendahnya partisipasi warga Negara terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah
3. Sikap apatis, ditunjang dengan rezim yang berkuasa sangat kuat dan lemahnya fungsi legislatif
4. Krisis moral dan akhlak yang berdampak pada ketidakadilan, pelanggaran hukum , dan hak asasi manusia
Untuk menilai apakah system pemerintahan itu terbuka/tertutup ada beberapa hal yang mencirikan bahwa pemerintah itu tertutup yaitu sebagai berikut :
1. Sistem politik yang ada cenderung tertutup dan eksklusif
2. Kekuasaan politik dan ekonomi terpusat pada kaum elit
3. Tidak ada kebebasan pers, informasi dari media masa hanya terbatas
4. Sistem informasi politik terbatas pada penyampaian pesan-pesan dari atas
Dampak yang paling menonjol dan dirasakan oleh rakyat dari pemerintahan yang tertutup adalah korupsi-korupsi bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan perilaku-perilaku pejabat, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri mereka sendiri.
Korupsi politik ini bisa terjadi pada semua tingkatan pemerintahan dari tingkat daerah sampat tingkat pusat. Selanjutnya korupsi politik akan membawa akibat yang lebih luas yaitu krisis di berbagai bidang kehidupan seperti : politk, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan.
Di bidang politik berbagai lembaga politik yaitu, eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak dapat berfungsi optimal sebagaimana mestinya. Berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh lembaga eksekutif sedikit sekali yang memihak pada kepentingan umum. Sedangkan perundang-undangan yang dihasilkan oleh lembaga legislatif jarang yang memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemudian, proses keadilan pada lembaga yudikatif juga tak jarang menghasilkan keputusan-keputusan yang kurang adil bagi masyarakat.
Dan intinya dalam masalah ini yang lebih dipentingkan ialah golongan yang memiliki uang. Sedangkan golongan miskin karena sempitnya kesempatan melebarkan usaha-usaha. Situasi ini mengakibatkan kesenjangan dan keadilan dalam masyarakat.
6. Sikap Keterbukaan dan Keadilan Dlam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
1. Sikap keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Untuk mewujudkan penerapan keterbukaan dan keadilan, tidak cukup mengadalkan peran pemerintah. Namun membutuhkan kerja sama dari rakyat.
Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat perlu dikembangkan perilaku positif antara lain sebagai berikut :
a. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
b. Sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain
c. Sikap suka member pertolongan kepada yang memerlukan
d. Suka bekerja keras
e. Menghargai hasil/karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Untuk mewujudkan keterbukaan, maka dibutuhkan apresiasi dari tiap masyarakat. Apresiasi masyarakat sangat berpengaruh terhadap praktik keterbukaan dalam pemerintahan. Untuk menunjukkan apresiasinya terhadap praktik keterbukaan , maka ada uasaha yang konkret yang biasa dilakukan antara lain:
a. Berusaha mengetahui dan memahami hal mendasar atau elementer yang berkenaan dengan prinsip keterbukaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Bersedia secara aktif mencermati berbagai kebijakan dalam kehidupan bebangsa dan bernegara.
c. Berdsarkan informasi yang dimiliki.
d. Menghargai tindakan pemerintah dan berbagai pihak yang konsisten engan prinsip keterbukaan.
e. Melalui berbaagai saluran yang ada, berusaha mengajikan kritik terhadap tindakan yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan.
dari rakyat, baik sran maupun kritik. Sebelum mengambil keputusan atau membentuk kebijakan, ada baiknya dibicarakan terlebih dahulu dengan rakyat beserta wakil-wakilnya.
Selain menerima masukan rakyat, pemerintahan juga dituntut untuk terbuka dalam pengangkatan pejabat-pejabat Negara. Sebelum diangkat, mereka harus melalui fit and propertest (uji kelayakan dan kepatutan). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan orang yang memang ahli di bidangnya untuk menduduki jabatan tertentu.
Sedangkan untuk mengeloala keuangan Negara, ditunjuk lembaga khusus untuk menanganinya, dan pengelolaannya juga terbuka terhadap rakyat. Dengan cara ini, bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan uang rakyat untuk kepentingan pribadi atau kelompokan.
2. Sikap keadilan dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Seperti halnya pada upaya mengembang sikap keterbukaan, upaya yang mengembangkan jaminan keadilanpun harus mendapat apreasiasi dan berbagai pihak, pemerintah dan rakyat.
Terwujudnya keadilan akan berdampak pula pada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan kebijakan yang menguntungkan setiap rakyat, khususnya rakyat miskin . sedangkan wujud sikap rakyat adalah dengan melaksanakan setiap peraturan yang telah ditetapkan.
Untuk mewujudkan kepedulian pada upaya jaminan keadilan, masyarakat dapat melakukan tindakan-tindakan konkret antara lain sebagai berikut:
a. Berusaha mengetahui dan memahami berbagai hal mendasar atau elements yang berkenaan dengan jaminan keadilan.
b. Aktif mencermati fakta ketidakadialan dalam masyarakat dan kebijakan yang berkenaan dengan jaminan keadilan
c. Berusaha memantau kinerja berbagai lembaga yang bertugas memberikan jaminan keadilan.
d. Menghargai tindakan berbagai pihak yang memprkuat jaminan keadialan.
e. Mengjukan kritik terhadap tindakan yang tidak adil dan mengajukan solusi alternative untuk mewujudkan adanya jaminan keadialan lebih baik.
f. Memiasakan diri bertindak adil, dimulai dari lngkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja senndiri.
Dengan berbagai upaya tersebut, maka diharapkan sikap keterbukaan dan jaminan keadilan dapat berkembang di Negara kita. Jadi, rakyat dan pemerintah harus bekerja sama untuk mewujudkannya, karna tanpa kerja sama yang baik diantara kuduanya, maka keterbukaan dan keadilan akan sulit berkembang.
7. Berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan
Wujud partisipasi kita sebagai warga Negara yang megharapkan adanya keadialan dari pemerintah yaitu dengan cara sebagai berikut:
A. Dalam bidang piolitik dan hokum
a. Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengemukakan pendapat
b. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk menduduki jabatan tertentu
c. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk ikut serta dalam pemilu
d. Mengikuti prosedur hokum dengan benar, seperti tidak menggunakan suap
B. Dalam idang kehidupan sosial
a. Memberi bantuan terhadap sesama tanpa diskriminatif
b. Bersedia mengkritik demi dikritik orang lain
c. Memberikan kesempatan pada setiap orang untuk memperoleh pendidikan
d. Menghormati dan menghargai sesama manusia
C. Dalam bidang ekonomi
a. Memberikan hak dan kebebasan kepada orang lain untuk memiliki sesuatu
b. Memberikan upah sesuai prestasi dan masa kerja
c. Pembagian sarana secara wajar, yang bertalian dengan kesejahteraan
D. Dalam bidang pertahanan dan keamanan
a. Bersedia membantu meringankan beban masyarakat tanpa pandang bulu
b. Bersikap netral terhadap pihak yang bertikai
c. Ikut mengawasi dan melaporkan bila ditemukan kerawanan
d. Melindungi seluruh warga Negara di luar negri
e. Member pengayoman kepada masyarakat tanpa pandang bulu
E. Dalam bidang agama
a. Tidak memaksakan agama yang kita anut kepada orang lain
b. Mamberikan kesempatan kepada orang lain untuk beribadah sesuai agama masing-masing
c. Meningkatkan toleransi antar manusia bernegara.
Pelaksanaan jaminan keadilan sangat dituntut oleh peyelenggaraan Negara (pemerintah) dan pejabat yang baik, bersih, dan transparan. Penyelenggaraan pemerintah yang baik tersebut di dasarkan pada beberapa asas umum di antaranya sebagai berikut:
a. Asas Kepastian Hukum
Asas ini menghendaki agar semua sikap dan keputusan pejabat administrasi Negara tidak boleh menimbulkan keguncangan hukum atau status hukum. Dalam menjamin adanya kepastian hukum, pejabat administasi Negara wajib menentukan masa peralihan untuk menetapkan peraturan baru atau perubahan status hukum suatu peraturan.
b. Asas Keseimbangan
Asas ini menyatakan bahwa tindakan disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat administrasi Negara harus seimbang dengan kesalahan yang dibuatnya.
c. Asas kesamaan
Dalam asas ini dinyatakan bahwa pejabat administrasi Negara menjatuhkan keputusan tanpa pandang bulu. Sebelum keputusan diambil, harus diperkirakan dahulu secara masak-masak agar terhadap kasus yang sama dapat diambil keputusan yang sama pula.
d. Asas larangan kesewenang-wenangan
Keputusan sewenang-wenang adalah keputusan yang tidak mempertimbangkan semua faktor yang relevan secara lengkap dan wajar sehingga secara akal kurang sesuai.
e. Asas larangan penyalahgunaan wewenang
Asas ini menyatakan bahwa penyalahgunaan wewenang memang terjadi bilamana suatu wewenang oleh pejabat yang bersangkutan, dipergunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan undang-undang.
Jaminan keadilan bagi warga Negara dapat ditentuka dalam beberapa contoh peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar 1945
1) Bidang hukum dan pemerintahan (pasal 27)
2) Bidang politik (pasal 28)
3) Bidang Hak Asasi Manusia (pasal 28A-28J)
4) Bidang keagamaan (pasal 29)
5) Bidang pertahanan negara (pasal 30)
6) Bidang pendidikan dan kewarganegaraan (pasal 31 dan 32)
7) Bidang kesejahteraan sosial (pasal 33 dan 34)
C. Kesimpulan/Penutup
Keterbukaan dan keadilan merupakan suatu kunci bagi setiap Negara untuk melaksanakan atau menjalankan pemerintahan dengan baik. Dengan adanya keterbukaan, maka semua rakyat bisa mengemukakan pendapatnya masing-masing ke depan umum. Dan dengan hal tersebut masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam demokrasi. Dan mereka akan menyadari betapa pentingnya keterbukaan dalam kehidupan bernegara. Dan dengana adanya keterbukaan tersebut, maka keadilan akan terlaksana.
Demikian yang dapat saya paparkan dalam makalah saya, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan, demi lebih baiknya makalah saya ke depan. Mohon ma’af atas segala kekurangan. Terima kasih atas semua perhatin.
Wassalamu’alaikum Wr. W.
D. Daftar Pustaka
1. Abubakar, suardi, dkk.2004. Kewarganegaraan 2 untuk SMA kelas XI. cetakan pertama. Jakarta : Yudistira
2. WWW.Google.com

KAIDAH-KAIDAH UTAMA TENTANG ASMA’ DAN SIFAT ALLAH SWT

PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, Dia mengutus para rasul kepada umat manusia. Dia menerangkan rincian ibadah, tujuan penciptaan mereka di dalam Kitab-Nya yang mulia dan di dalam Sunnah Rasul-Nya yang terpercaya. Dia memerintahkan hamba-Nya untuk melaksanakan seluruh apa yang diwajibkan dan meninggalkan semua yang dilarang, secara ikhlas kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang baik hingga hari kiamat. Amma ba'du,
Asma` dan sifat adalah termasuk bagian dalam tauhid, (selain Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyyah), yang maknanya adalah beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya sebagaimana diterangkan dalam al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya menurut apa yang pantas bagi Allah tanpa tahrif (mengubah lafazh dan membelokkan makna sebenarnya), ta'thil (pengingkaran seluruh atau sebagian sifat dan Dzat Allah), takyiif (menanyakan bagaimana Allah), tamtsil (menyerupakan Allahdengan makhluk-Nya). Dalam hal ini Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {11}
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy-Syura:11)
Hal ini menunjukkan apabila kita mengenal Asma`ul Husna dengan bersungguh-sungguh, menghafal, kemudian memahami maknanya serta beribadah kepada Allah maka akan menjadi penguat iman yang paling besar, bahkan mengenal Asma` dan sifat-Nya merupakan dasar iman, di mana iman seseorang itu kembali kepada dasar yang agung ini.
Berdasarkan hal tersebut, dalam kesempatan ini kami menulis beberapa kaidah penting tentang asma dan sifat Allah yang dikutip dari kitab 'al-Qawa'idul Mutsla fil asma`i wash shifat karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin dan dari kitab Syarh asma`ilhusna fii dhauil kitaab wass sunnah, karya Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, serta dari kitab Faidah Jalillah fi Qawa'idil Asma`il Husna, karya Ibnul Qayyim. Dengan harapan semoga kutipan singkat ini bermanfaat bagi kita semua -kaum muslimin- yang mengharapkan ridha Allah
Allah berfirman:
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS. Al-A'raaf:180)
Doa yang disebutkan dalam ayat di atas mengandung doa masalah dan doa ibadah. Doa masalah adalah memohon kepada Allah diawali dengan menyebutkan nama yang sesuai dengan satu atau beberapa nama dari nama-nama-Nya. Seperti mengatakan:
يَا غَفُوْرُ اغْفِرْلِي, يَارَحِيْمُ ارْحَمْنِي, يَاحَفِيْظُ احْفَظْنِي
"Ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah aku. Ya Allah Yang Maha Pengasih, kasihilah aku. Ya Allah Yang Maha Pelindung, lindungilah aku."
Sedangkan doa ibadah adalah melaksanakan ibadah kepada Allah berdasarkan Asma`ul Husna ini. seperti kita bertaubat kepada Allah karena Dia Maha Penerima Taubat, berdzikir dengan-Nya karena Dia Maha Mendengar, beribadah dengan raga karena Dia Maha Melihat, dengan seterusnya.
Mengingat pentingnya masalah asma` dan sifat ini, banyak umat Islam yang membicarakannya. Ada yang sesuai dengan al-Qur`an dan Sunnah dan hanya inilah golongan yang benar dan diridhai Allah, ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dengan menolak semua asma dan sifat Allah, ada yang menerima sebagian sifat Allah dan menolak sebagian yang lain, ada pula yang memalingkannya dari makna yang sebenarnya. Di antara kaum yang menyimpang itu, ada yang karena salah dalam memahami dalil, ada yang karena bodoh, dan ada pula yang hanya karena berdasarkan ta'ashshub buta. Dan agar kita tidak terjerumus ke jalan yang menyimpang, berikut ini beberapa kaidah penting yang berkenaan dengan asma` dan sifat Allah :
1. Seluruh Asma Allah adalah husna, artinya Maha Indah.
Firman Allah:
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِِِِهَا
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS. Al-A'raaf :180)
Asma Allah Maha Indah dan sempurna karena tidak terkandung di dalamnya kekurangan sedikitpun, baik secara eksplisit maupun implisit. Contohnya: العليم (Yang Maha Tahu) salah satu asma` Allah yang mengandung sifat 'ilmu' (pengetahuan) yang sempurna, tidak didahului oleh sifat kebodohan dan tidak pula dihinggapi sifat lupa. Firman Allah:
قَالَ عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لاَّيَضِلُّ رَبِّي وَلاَيَنسَى
Musa menjawab:"Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa; (QS. Thaha :52)
Ilmu pengetahuan Allah maha luas, meliputi segala sesuatu, baik secara umum maupun rinci, berkenaan dengan perbuatan Allah sendiri maupun makhluk-Nya. firman Allah:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS.al-An'aam:59)
Dan firman Allah :
وَمَامِن دَآبَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ {6}
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Huud:6)
Kedua ayat di atas memberikan penjelasan secara nyata bahwa tidak ada sesuatupun di alam semesta ini yang terlepas dari ilmu Allah yang Maha Luas dan tanpa batas. Itulah kesempurnaan dan keindahan ilmu Allah. Demikian pula sifat-sifat Allah yang lainnya, semuanya indah dan sempurna.

2. Asma` Allah adalah nama dan sifat.
Nama dipandang dari indikasinya (dalalah) kepada dzat dan sifat dipandang dari indikasinya kepada makna. Dari pengertian pertama, maka seluruh asma` adalah mutaradif (sinonim), karena indikasinya hanya kepada satu dzat, yaitu Allah. Sedangkan dari pengertian kedua, maka semua asma Allah adalah mutabayinah (diferensial), karena setiap asma` mempunyai indikasi (dalalah) makna yang tersendiri. Contohnya:
الحي العليم القدير السميع البصير الرحمن الرحيم
Semuanya adalah asma untuk satu Dzat, yaitu Allah. Akan tetapi makna الحيي tidak sama dengan makna العليم dan العليم tidak sama dengan makna القدير demikianlah seterusnya.
Asma Allah disebut nama dan sifat berdasarkan petunjuk dari al-Qur`an, seperti firman Allah :
وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus: 107)
dan firman Allah :
وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ
Dan RabbmulahYang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat.. (QS. Al-Kahf :58)
Ayat yang kedua dengan jelas menunjukkan bahwa ar-Rahim yaitu yang mempunyai sifat rahmah.
Selain itu, berdasarkan konsensus para ahli bahasa dan adat kebiasaan, bahwa tidak dikatakan 'alim kepada orang yang tidak mempunyai ilmu, tidak dikatakan sami' kepada orang yang tidak mempunyai pendengaran, tidak dikatakan bashir kepada orang yang tidak mempunyai penglihatan, dan demikian pula seterusnya.

3. Asma Allah , jika menunjukkan pengertian transitif (muta'adii), maka mengandung tiga hal:
Pertama: ketetapan asma tersebut untuk Allah.
Kedua: ketetapan sifat yang dikandung oleh Asma ini untuk Allah.
Ketiga: Ketetapan hukumnya dan tuntutannya (objek) dari sifat tersebut.
Contoh nama السميع (Maha Mendengar), mengandung ketetapan nama ini untuk Allah, ketetapan bahwa Allah mempunyai sifat 'sama' (mendengar), dan ketetapan hukum dan tuntutannya (objek), yaitu segala bisikan dan kata-kata rahasia serta segala bunyi yang selalu didengar oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَآ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Mujadilah:1)
Akan tetapi jika nama Allah menunjukkan makna intransitif (lazim), maka hanya mengandung dua hal:
Pertama: ketetapan nama tersebut untuk Allah.
Kedua: ketetapan sifat yang dikandung oleh makna ini untuk Allah: contoh: nama ' الحي ' (Yang Maha Hidup) mengandung ketetapan bahwa nama ini untuk Allah dan ketetapan adanya sifat 'hayah' (hidup) bagi-Nya.

4. Asma` Allah adalah tauqifiyyah, yaitu berdasarkan pada wahyu, akan tidak mempunyai peran di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam masalah asma` ini harus berlandaskan al-Qur`an dan Sunnah yang shahih, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi, karena akal saja tidak mungkin dapat mengetahui asma yang dimiliki oleh Allah. Untuk itu wajib berpijak kepada nash. Firman Allah:
وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra` :36)
Selain itu, memberikan nama kepada Allah dengan asma` yang tidak ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya sendiri, atau mengingkari asma`-Nya adalah pelanggaran terhadap hak Allah. Maka, wajiblah berlaku sopan dalam masalah ini dan cukup dengan mengikuti apa yang datang dari nash.

5. Asma` Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu,
Berdasarkan sabda Rasulullah :
مَا أَصَابَ مُسْلِمًا قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَاْبنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي فِى يَدِكَ مَاٍض فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاءُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي وَجلاَءَ حُزْنِي وَذهَابَ هَمِّي إِلاَّ أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا
'Tidak ada duka cita dan kesedihan yang menimpa seorang muslim, lalu ia membaca: 'Ya Allah sesungguhnya aku adalah hamba-Mu dan putra dari jariyah-Mu, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, berlaku padaku hukum-Mu, sangat adil padaku keputusan-Mu, aku memohon kepada-Mu dengan seluruh asma-Mu, yang telah Engkau namakan untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau engkau ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu, atau masih dalam rahasia gaib pada-Mu, yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya, agar Engkau jadikan al-Qur`an sebagai penyejuk hatiku, pembersih sakit hatiku, dan penghapus kesedihanku,' melainkan Allah menghilangkan kesedihan hatinya dan menggantikan tempat duka citanya menjadi kebahagiaan
Dia menjadikan asma-Nya menjadi tiga bagian:
1. Nama yang Dia berikan untuk dirinya dan Dia beritahukan kepada para malaikat-Nya atau yang lainnya, namun nama-nama-Nya tidak disebutkan dalam kitab-Nya.
2. Dia menurunkan nama itu dalam kitab-Nya dan memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya.
3. Yang menjadi rahasia gaib padanya dan hanya Dia sendiri yang mengetahuinya, tidak ada seorangpun di antara makhluk yang mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi bersabda: "Ista`tsarta bihi" artinya hanya Engkau yang mengetahuinya. Dan berdasarkan ini Nabi bersabda dalam hadits syafaat:
فَيُفْتَحُ عَلَيَّ مِنْ مَحَامِدِهِ بِمَا لاَ أُحْسِنُهُ اْلآنَ
"Maka dibuka kepadaku (untuk mengungkapkan) segala pujian kepada-Nya dengan pujian yang tidak bisa saya ungkapkan dengan baik di sini (di dunia)
Dan dalam hadits yang lain:
لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
"Aku tidak bisa menghinggakan pujian kepada-Mu seperti Engkau memuji terhadap diri-Mu
Adapun hadits yang berbunyi:
إِنَّ ِللهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدَةً مَنْ أَحْصَاهَا َدخَلَ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam surga
Yang dimaksud dengan menghitung asma Allah ialah menghapalnya, memahaminya maknanya, dan menghamba kepada Allah berdasarkan asma-Nya. hadits ini tidak menunjukkan bahwa asma` Allah hanya 99 saja. Adapun makna hadits yang berbunyi "barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam surga" merupakan kalimat pelengkap, bukan kalimat terpisah dan berdiri sendiri. Sebagai contoh: bila seseorang berkata: 'Saya mempunyai uang Rp. 100.000.000 yang saya siapkan untuk sedekah', berarti bisa saja ia mempunyai uang selain RP. 100.000.000 yang disiapkan untuk berbagai macam keperluan lainnya. Adapun yang berkenaan dengan penyusunan dan penentuan jumlah asma` Allah, maka hadits tersebut adalah dha`if (lemah) jadi tidak bisa menjadi hujjah.
6. Ilhad (mengingkari) asma` Allah ialah tindakan menyelewengkan asma` dari kebenaran yang wajib dilaksanakan terhadapnya.
Macam-macam ilhad:
a. Mengingkari sesuatu dari asma` Allah, sifat dan hukum yang terkandung di dalamnya. Seperti tindakan kaum Jahmiyah dan golongan lain dari ahli ta'thil. Menurut mereka, sesungguhnya asma` adalah lafazh yang kosong, tidak mengandung sifat dan makna. Mereka memberikan nama kepada-Nya as-Sami`, al-Bashir, al-Hayy, ar-Rahim, al-Mutakallim, dan al-Murid. Namun mereka mengatakan: Tiada kehidupan bagi-Nya, tiada pendengaran, tiada penglihatan, tiada perkataan, tiada kehendak yang berdiri dengan-Nya. Ini adalah ilhad paling besar pada asma`, baik secara akal, syara`, bahasa, dan fithrah.
b. Menjadikan asma` Allah mempunyai indikasi (dalalah) yang serupa dengan sifat makhluk. Seperti tindakan ahlu tasybih
(antropomorphism). Golongan ini adalah kebalikan dari golongan pertama yang mengingkari sifat Allah dan menolak sifat kesempurnaan-Nya.
c. Menamai Allah dengan nama yang tidak disebutkan-Nya untuk diri-Nya dan tidak disebutkan oleh Rasul-Nya dalam hadits yang shahih. Seperti tindakan kaum Nasrani yang menamai-Nya 'Bapa' dan tindakan filosof yang menyebut-Nya 'Al`ilah al-Fa`ilah' (Efficient Cause). Karena Asma` Allah adalah tauqifiyah, maka menamai Allah yang bukan berasal dari Allah atau dari Rasul-Nya, berarti menyelewengkan Asma` Allahdari kebenaran.
d. Mengambil dari Asma` Allah nama untuk berhala. Seperti tindakan kaum musyrikin yang menamai berhala mereka dengan nama al-'Uzza berasal dari al-'Aziz dan berhala al-Laat yang berasal dari al-Ilah.
Ilhad dengan segala macamnya adalah haram, karena Allah mengancam orang yang berbuat ilhad dengan firman-Nya:
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'raaf : 180)
e. Mensifati-Nya dengan sifat yang Dia Maha Besar dan Maha Suci dari sifat kekurangan, seperti perkataan Yahudi yang paling jahat: "Innahu faqiir (bahwasanya Dia fakir) dan perkataan mereka bahwa Dia beristirahat setelah menciptakan makhluk-Nya. Dan perkataan mereka:
يَدُ اللهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا
Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (QS. Al-Maidah:64)
Dan perkataan-perkataan serupa dengan itu termasuk ilhad pada Asma` dan sifat Allah.

7. Dilalah Asma`ul Husna.
Seluruh asma` Allah adalah husna, artinya Maha Indah dan semuanya menunjukkan kesempurnaan dan pujian yang absolut. Seluruhnya diambil dari sifat-sifat-Nya. Maka sifat yang ada padanya tidak menafikan 'alamiyah (nama) dan 'alamiyah tidak menafikan sifat, dan dilalahnya (indikasinya) ada tiga:
a. Dilaalah muthabaqah (adekusi), ketika kita tafsirkan nama dengan seluruh yang ditunjukkannya.
b. Dilaalah tadhamun (inklusi), ketika kita tafsirkan dengan sebagian yang ditunjukkannya.
c. Dan dilaalah iltizam (konsekuensi), ketika kita menunjukkannya atas yang lainnya dari asma` (nama-nama) sebagai konsekuensi nama ini atas nama-nama yang lain.
Misalnya: ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), yang menunjukkan adanya sifat rahmah dan Dzat adalah dilaalah muthabaqah (adekusi), dan atas salah satunya adalah dilaalah tadhamun (inklusi) karena ia termasuk dalam kandungannya. Dan indikasinya atas Asma` yang tidak didapatkan sifat rahmat kecuali dengan tetapnya Asma` tersebut, seperti hayat (hidup), ilmu (pengetahuan) iradah (kehendak), qudrat (kekuasaan) dan yang lainnya adalah dilaalah iltizam (konsekuensi). Bagian yang terakhir ini memerlukan pemikiran yang kuat dan perenungan. Para ahli ilmu berbeda pendapat dalam hal ini. Maka jalan untuk mengenalnya adalah ketika anda memahami lafazh (kata) dan makna yang terkandung di dalamnya dan anda memahaminya dengan baik, maka pikirkan maknanya yang tidak akan sempurna tanpa makna tersebut.
8. Asma` Allah dan sifat-sifat-Nya hanya untuk-Nya, dan persamaan nama tidak menunjukkan persamaan yang diberi nama.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Allah menamakan diri-Nya dengan beberapa nama dan menamai sifat-sifat-Nya dengan beberapa nama. Apabila Asma` tersebut diidhafahkan (disandarkan) kepada-Nya maka asma` itu hanya untuk-Nya, tiada sesuatupun yang menyekutui-Nya pada sifat itu. Dia juga memberi nama kepada sebagian makhluk-Nya dengan beberapa nama yang hanya untuk mereka. Persamaan nama tidak menunjukkan persamaan yang diberi nama. Allah menamai diri-Nya Hayy (Yang Maha Hidup) dalam firman-Nya:
اللهُ لآَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); (QS. Al-Baqarah :255)
Dan Dia memberi nama kepada sebagian hamba-Nya Hayy (yang hidup) dalam firman-Nya:
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup (QS. Ar-Ruum:19)
Pengertian al-hayy (yang hidup) dalam surah ar-Rumm ini tidak seperti pengertian al-Hayy (Yang Maha Hidup) dalam surah al-Baqarah yang disebutkan sebelumnya.
Dalam ayat lain, Allah menamakan diri-Nya 'Aliim, Haliim (Yang Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun), dan Dia memberikan nama kepada sebagian hamba-Nya dengan nama 'Aliim, seperti dalam firman-Nya:
وَبَشَّرُوهُ بِغُلاَمٍ عَلِيمٍ
dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang alim (Ishak). (QS. Adz-Dzariyaat :28)
maksudnya: Nabi Ishaq . Sebagaimana Dia juga menamai yang lain Halim, seperti dalam firman-Nya:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash-Shaaffaat :101)
Maksudnya: Ismail . 'Aliim dalam ayat di atas bukan seperti al-'Alim yang merupakan asma` Allah , dan Halim dalam ayat di atas bukan seperti pengertian al-Halim yang merupakan salah satu dari asma` Allah .
Dan Allah menamakan diri-Nya Samii' dan Bashiir dalam firman-Nya:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisaa`:58)
Dan Dia menamai sebagian makhluk-Nya dengan nama 'samii' dan bashir' dalam firman-Nya:
إِنَّا خَلَقْنَا اْلإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. Al-Insaan :2)
As-Samii' dalam ayat ini bukan seperti as-Samii' yang merupakan salah satu dari asma` Allah yang disebutkan dalam ayat sebelumnya. Demikian pula al-bashiir dalam ayat ini tidak sama pengertiannya dengan al-Bashiir yang merupakan salah satu asma` Allah yang dalam surah an-Nisaa` yang disebutkan sebelumnya.
Dia menamai diri-Nya dengan nama ar-Ra`uf dan ar-Rahim, seperti dalam firman-Nya:
إِنَّ اللهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفُُ رَّحِيمُُ
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. Al-Baqarah:143)
Dan Dia memberi nama kepada sebagian makhluk-Nya dengan nama ar-Ra`uf ar-Rahim dalam firman-Nya:
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (QS. At-Taubah:128)
Sifat ar-Ra`uf pada ayat sebelumnya tidak seperti sifat ra`uf pada ayat ini, dan sifat Rahim pada ayat sebelumnya tidak seperti sifat rahim para ayat ini.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 'Nama-nama yang digunakan kepada Allah dan kepada hamba, seperti al-Hayy, as-Samii', al-Bashiir, al-'Aliim, al-Qadiir dan yang semisalnya, ada tiga golongan dalam memandangnya:
a. Segolongan dari mutakallimin berkata: ia adalah hakikat pada hamba dan majaaz pada Rabb. Ini adalah pendapat kaum Jahmiyah yang ekstrim. Ini adalah ucapan yang paling keji dan paling merusak.
b. Pendapat sebaliknya, nama-nama itu adalah hakikat pada Rabb, majaaz pada Rabb. Ini adalah pendapat Abul-Abbas an-Naasyi.
c. Sesungguhnya nama-nama itu adalah hakikat pada Rabb dan hamba, dan inilah pendapat ahlus-sunnah. Perbedaan dua hakikat pada keduanya tidak mengeluarkannya dari kondisinya yang merupakan hakekat pada keduanya. Bagi Rabb dari nama-nama itu yang sesuai dengan kebesaran-Nya, dan bagi hamba dari nama itu yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai hamba.
9. Urutan menjaga (menghapal, memahami dan mengamalkan) Asma` Allah Yang Maha Indah. Barangsiapa yang menjaganya niscaya masuk surga.
Ini adalah keterangan penghapalan asma'-Nya 'barangsiapa yang menghapalnya niscaya masuk surga'.
Pertama: menghapal lafazh dan bilangannya.
Kedua : Memahami makna dan yang diindikasikannya.
Ketiga: Berdoa dengannya, seperti firman Allah :
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS. Al-A'raaf:180)
Terdapat dua martabat: pertama, adalah memuji dan beribadah. Kedua, do'a meminta dan memohon. Dia tidak dipuji kecuali dengan asma`-Nya Yang Husna dan Sifat-Nya Yang Maha Tinggi. Demikian pula Dia tidak diminta kecuali dengannya. Tidak boleh berdo'a dengan kata-kata: 'Hai yang ada (maujud), hai sesuatu, atau hai Dzat ampuni dan kasihilah aku'. Tetapi Dia diminta dengan nama yang sesuai dengan permintaan. Yang Berdo'a bertawassul kepada-Nya dengan nama itu. Siapa yang memikirkan do'a para rasul, apabila doa Nabi Muhammad ia akan mendapatkan doa-doa tersebut sesuai dengan penjelasan di atas.
Kita memohon kepada Allah agar senantiasa membimbing kita kepada cahaya-Nya dan memudahkan jalan bagi kita untuk mendapatkan keridhaan-Nya, sesungguhnya Dia sangat dekat dan Maha Mengabulkan doa hamba-Nya.


PENUTUP
Al-Hamdulillah telah selesai makalah ini dan kita dapat menyimpulkan bahwa semua sifat-sifat Allah itu husna. Asma Allah Maha Indah dan sempurna karena tidak terkandung di dalamnya kekurangan sedikitpun, baik secara eksplisit maupun implisit. Seluruhnya diambil dari sifat-sifat-Nya. Maka sifat yang ada padanya tidak menafikan 'alamiyah (nama) dan 'alamiyah tidak menafikan sifat, dan dilalahnya (indikasinya) ada tiga:
d. Dilaalah muthabaqah (adekusi), ketika kita tafsirkan nama dengan seluruh yang ditunjukkannya.
e. Dilaalah tadhamun (inklusi), ketika kita tafsirkan dengan sebagian yang ditunjukkannya.
f. Dan dilaalah iltizam (konsekuensi), ketika kita menunjukkannya atas yang lainnya dari asma` (nama-nama) sebagai konsekuensi nama ini atas nama-nama yang lain.
Asma Allah , jika menunjukkan pengertian transitif (muta'adii), maka mengandung tiga hal:
Pertama: ketetapan asma tersebut untuk Allah.
Kedua: ketetapan sifat yang dikandung oleh Asma ini untuk Allah.
Ketiga: Ketetapan hukumnya dan tuntutannya (objek) dari sifat tersebut.
Akan tetapi jika nama Allah menunjukkan makna intransitif (lazim), maka hanya mengandung dua hal:
Pertama: ketetapan nama tersebut untuk Allah.
Kedua: ketetapan sifat yang dikandung oleh makna ini untuk Allah: contoh: nama ' الحي ' (Yang Maha Hidup) mengandung ketetapan bahwa nama ini untuk Allah dan ketetapan adanya sifat 'hayah' (hidup) bagi-Nya.
Barang siapa menjaga menghapal, memahami dan mengamalkan Asma` Allah Yang Maha Indah. niscaya masuk surga'.
Pertama: menghapal lafazh dan bilangannya.
Kedua : Memahami makna dan yang diindikasikannya.
Ketiga: Berdoa dengannya, seperti firman Allah :
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا







DAFTAR PUSTAKA

 www.muslim.com.id
 http://www.syariahonline.com/konsultasi/sifat tuhan.id=2008
 Munawwir Sadzali, Al-Qur’anul Karim, Menara Agung, Jakarta, 1985
 Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, Kitab Tauhid, Jakarta, 1998
 www.muslim.co.id/.../kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-nama-dan-sifat-allah-4.html - Tembolok - Mirip
 www.islamhouse.com/files/id/.../id_fundamentals_assama_wassifat.pdf - Mirip